Kemampuanmengenali, mendeskripsikan, mendefinisikan, menjelaskan kembali, dan membuat klasifikasi serta membedakan kategori dan kemunculan aliran-gaya seni rupa masa prasejarah hingga masa modern dan kontemporer, sekaligus memiliki kemampuan dalam penerapan ide kreatif, filosofis, estetis, sosiologis, serta tradisi dalam dinamika wacana seni perkembangan seni rupa zaman klasik didasari atas berkembangnya kebutuhan dan yang hidup pada zaman prasejarah berkembang pesat pada zaman awal pemujaan terhadap arwah roh nenek moyang berkembang menjadi kepercayaan kepada para sarana ibadah baik bentuk dewa … Apa arti seni rupa zaman Paleolitikum? Pada zaman Batu Tua atau Paleolitikum, yang mana pada zaman ini terdapat beberapa Karya seni yang dihasilkan berupa alat- alat dari batu dan tulang yang masih sangat kasar, yaitu Kapak genggam atau chopper, Kapak perimbas, alat penusuk atau belati, dan Flakes. Apa saja periode perkembangan seni rupa Nusantara? – Perkembangan seni budaya nusantara dimulai sejak zaman prasejarah. Secara umum perkembangannya dibagi dalam empat periode, diawali dari periode prasejarah, periode klasik, periode Islam, hingga kontemporer. Pada zaman prasejarah, karya seni rupa yang ditemukan berupa benda tanpa tulisan atau aksara. Apa saja contoh seni rupa modern? Patung. Lukisan. Relief. Keramik. Ukiran. Topeng. Gantungan Kunci. Fotografi. Apa yang dimaksud dengan gaya postmodern? Pascamodernisme atau postmodernisme, posmodernisme, post-mo adalah gerakan abad akhir ke-20 dalam seni, arsitektur, dan kritik, yang melanjutkan modernisme. Termasuk dalam pascamodernisme adalah interpretasi skeptis terhadap budaya, sastra, seni, filsafat, sejarah, ekonomi, arsitektur, fiksi, dan kritik sastra. Apa ciri ciri pada zaman besi? Mulai ada sistem pembagian kerja. Mulai ada pemimpin dalam suatu kelompok masyarakat. Kehidupan menetap. Banyak kerajinan tangan yang terbuat dari besi. Apa ciri zaman besi? Adanya Pemimpin dan Kelompok Sosial. Hidup Menetap. Sudah Majunya Teknik Membuat Peralatan. Sudah Mampu Mengolah Besi. Terdapat Perkembangan Pertanian dan produktivitas manusia. Tidak Semua Wilayah Mengalami Zaman Besi. Apa yang anda ketahui tentang zaman besi? Besi adalah periode di mana penggunaan besi menyebar luas di Eropa, Asia dan sebagian Afrika. Karena adopsi besi tidak terjadi pada waktu yang sama di setiap bagian dunia, sebenarnya tidak ada satu Zaman Besi, melainkan beberapa Zaman Besi di berbagai wilayah. Zaman Paleolitikum tahun berapa? Zaman Paleolitikum atau dikenal juga dengan zaman Batu Tua adalah masa peradaban yang terjadi sebelum zaman Logam dan masih menggunakan perkakas yang terbuat dari batu kasar yang belum diasah dan sederhana. Diperkirakan zaman ini berlangsung 600 ribu tahun yang lalu. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zaman Neolitikum? – Zaman Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah periode pada masa prasejarah ketika manusianya menggunakan alat-alat dari batu yang telah dihaluskan. Pada zaman ini dikatakan terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zaman Mesolitikum? – Zaman Mesolitikum merupakan zaman batu yang berlangsung antara periode Paleolitikum dan Neolitikum. Zaman Mesolitikum dikenal juga sebagai Zaman Batu Tengah atau Batu Madya. Bagaimana perkembangan seni rupa pada zaman abad ke 20? pada abad ke20 timbullah berbagai gerakan perbaikan dalam bidang seni rupa yang meliputi fisik, material, dan spiritual. Berdirinya negara-negara baru sebagai hasil perjuangan negri-negeri jajahan bangsa Eropa, telah membangkitkan semangat baru dalam seni rupa. Berdasarkan periode perkembangan seni rupa dibagi menjadi berapa? Zaman prasejarah. Sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-5 Masehi. Zaman logam. Zaman purba. Zaman madya. Zaman baru. Sejak kapan perkembangan seni rupa modern di Indonesia muncul? Seni Rupa Indonesia Modern Pada periode awal Indonesia modern ini diawali oleh seniman legendaris Indonesia bernama Raden Saleh pada masa Periode Perintis 1826-1880. Lukisannya beraliran romantisisme dan berkembang cukup baik kala itu. Apa ciri seni rupa kontemporer? Seni rupa tradisional apa saja? Apa saja contoh seni kontemporer? Apa perbedaan era modernisme dan era postmodernisme? Perbedaan mendasar lain antara modernisme dan postmodernisme adalah bahwa pemikiran modernisme berkisar tentang pencarian kebenaran abstrak dalam hidup, sementara pemikir postmodernisme percaya bahwa tidak ada kebenaran universal. Referensi Pertanyaan Lainnya1Jelaskan 6 Persyaratan Pengujian Suatu Produk?2Apa Perbedaan Antara Objek Penelitian Sejarah Dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya?3Kol Dan Brokoli Adalah Tumbuhan Yang Dimanfaatkan Pada Bagian?4Apa Yang Dimaksud Dengan Materi Pameran?5Abjad Jepang a Sampai Z?6Tarian Burung Kutilang Menirukan Gerakan?7Syarat Sah Salat Qashar Adalah?8Kebebasan Yang Dicapai Semasih Hidup Dalam Ajaran Agama Hindu Disebut?9Bagaimana Cara Manusia Menerima Catatan Amalnya?10Jenis Jenis Cuaca Dalam Bahasa Inggris? Senirupa Nusantara adalah suatu karya seni rupa yang terdapat di wilayah Nusantara. Seni rupa Nusantara menurut periode perkembangan dibagi menjadi Zaman Prasejarah, hindu, Budha, Islam, Modern, Kemerdekaan, dan Kontemporer. 3. 1. ZAMAN PRASEJARAH Seni rupa dapat dikatakan sebagai bagian budaya yang tua. Dalam batas-batas tertentu, seni rupa
Sejarah seni rupa zaman pra-sejarah di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Zaman Batu, Zaman Logam dan Zaman Batu Besar. Zaman Batu sendiri dibagi menjadi 3 masa, yaitu Zaman Batu Tua Palaeolitikum, Zaman Batu Tengah Mesolitikum dan Zaman Batu Muda Neolitikum. 1. ZAMAN BATU TUA PALAEOLITIKUM Pada zaman batu tua cara hidup manusia di Indonesia masih mengembara nomaden, belum bercocok tanam, mereka makan dari tumbuhan yang ada dan berburu hewan di hutan food gathering. Peninggalannya berupa batu genggam, ditemukan di Pacitan dan Ngandong, sehingga disebut kebudayaan Pacitan dan Batu Peninggalan Palaeolithikum Alat-alat dari Batu Tanduk Rusa berasal dari Pacitan Alat-alat dari Batu Chopper dari Pacitan Baca juga Ragam Hias Daerah yang Ada di Indonesia, Ragam Hias Bali, Sumatera, Kalimantan, Jawa 2. ZAMAN BATU TENGAH MESOLITIKUM Pada zaman batu tengah, manusia sudah mulai bertempat tinggal menetap. Mereka sudah bercocok tanam dan beternak, meski masih dalam taraf sederhana. Tempat tinggalnya berupa gubuk di tepi pantai dan di gua. Peninggalannya berupa bukit kerang, disebut dapur sampah atau kyokken moddinger, kjokken = dapur, moddinger = sampah, peninggalan di gua disebut abris sous roche, abris = tinggal, sous = dalam, roche = gua. Baca juga Corak Ragam Hias dan Teknik Perwujudan Ragam Hias 3. ZAMAN BATU MUDA NEOLITHIKUM Manusia pada zaman batu muda sudah bertempat tinggal secara menetap, sudah mengenal cara bercocok tanam dan beternak. Mereka telah mengenal ilmu pengetahuan, seperti ilmu falak perbintangan. Perkakas yang digunakan berupa peralatan terbuat dari batu yang lebih halus buatannya. Peninggalannya berupa a. Kapak persegi, bentuk dan ukurannya bermacam-macam. Yang berukuran besar disebut beliung. Yang berukuran kecil disebut tarah. b. Kapak bahu, bentuknya mirip kapak persegi, hanya pada bagian yang diikat tangkainya diberi leher mirip bentuk botol persegi. c. Kapak lonjong, bentuknya lonjong atau oval. Bermacam-macam ukuran besar, sedang dan kecil. Baca juga Motif dan Pola Ragam Hias d. Gerabah/tembikar, motif hiasnya berupa ukiran dan garis. e. Perhiasan, aneka bentuk perhiasan atau asesoris berupa kalung, gelang dan cincin yang terbuat dari batu akik dan batu indah. f. Alat pemukul kayu/kulit kayu, alat ini berfungsi untuk membuat pakaian. Demikian artikel kali ini tentang Sejarah Seni Rupa Zaman Pra-Sejarah di Indonesia, Zaman Batu Tua Palaeolitikum, Zaman Batu Tengah Mesolitikum, Zaman Batu Muda Neolithikum, semoga artikel ini dapat menambah wawasan anda dalam mempelajari dunia kesenirupaan.
PerkembanganSeni Rupa Murni Indonesia Seni rupa Indonesia terbentuk melalui proses waktu sejak ribuan tahun yang lalu. Diawali dari periode prasejarah (primitif), zaman Hindu-Buddha (klasik), zaman Islam, hingga zaman modern (masa kini). 1. Seni Rupa Zaman Prasejarah Zaman prasejarah di Indonesia terbagi atas zaman batu dan zaman logam.
Sejarah seni ragam hias di Indonesia, diawali pada zaman Prasejarah yaitu pada masa Neolitikum sekitar 4000 tahun yang lalu. Berdasarkan penemuan-penemuan yang telah ada serta penyelidikan mengenai perbandingan bahasa, maka dapat dipastikan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunnan, di daerah Cina Selatan, tempat hulu sungai-sungai besar seperti Yangtse-Kiang, Mekong, Saluen, Irawadi dan Brahmaputra. Mereka datang ke Indonesia melalui dua gelombang, yaitu 1 sekitar tahun 2000 sebelum masehi yakni pada zaman Neolitikum, dan 2 sekitar tahun 500 sebelum masehi bersamaan dengan zaman Perunggu Soedarso Sp.,1990-199113. Mereka mengarungi lautan dengan rakit serta perahu bercadik melalui India Belakang dan Semenanjung Malaya, menuju ke kepulauan Indonesia. Mereka datang ke kepulauan Indonesia dengan membawa kepandaian mengasah alat-alat batu, bertempat tinggal tetap, bersawah, berternak dan bermasyarakat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan, dimana mereka tidak lagi mencari setiap hari sehingga memiliki waktu kosong yaitu pada saat menunggu masa panen. Mereka mulai hidup bermasyarakat, bergaul dan bekerja sama. Dari sinilah seni lahir pada masa bagi mereka bukan sebagai barang mewah, melainkan sebagai barang guna yang dimanfaatkan dalam bermacam-macam upacara ritual. Dengan kata lain, seni prasejarah adalah seni ritual magis yang dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dengan cara yang irasional dan bersifat simbolik. Setiap bentuk selalu memiliki arti tertentu, demikian juga dengan penggunaan macam-macam warna. Masyarakatnya merupakan masyarakat animistik, yakni pemegang adat dan tradisi, percaya adanya roh dan anima dimana-mana, ada yang baik dan buruk. Roh nenek moyang dianggap sc/saebagai roh yang baik, oleh karena itu, dipuja dan sekaligus sebagai penjaga kelangsungan hidup. Praktek pemujaan sangat populer, maka bermunculan bentuk arca nenek moyang dan tempat pemujaan yang berundak-undak. Sebagai contoh, motif biawak, kadal ataupun cicak yang digambarkan sebagai jelmaan nenek moyang yang terdapat di dinding-dinding goa dan di pintu-pintu rumah dianggap sebagai roh-roh nenek moyang yang akan menghalau segala sesuatu yang jahat. Bekas kepercayaan tersebut masih dapat disaksikan hingga sekarang ini, misalnya pada lumbung orang Batak yang berhiaskan kadal. Selain itu, motif kerbau, gajah dan kuda yang dilukiskan sebagai lambang kendaraan roh nenek moyang, masih dapat dilihat pada atap rumah orang Toraja dan Minangkabau. Kerbaumenjadi lambang kesuburan, ular yang melata melambangkan dunia bawah, burung melambangkan dunia atas sebagai penggambaran roh nenek moyang yang sedang terbang ke surga,pohon hayat atau pohon kehidupan yang dianggap pohon yang keramat yang sanggup menghubungkan dua dunia dan sekaligus sebagai pohon keinginan, pohon yang dapat memberikan apa saja yang diinginkan oleh ragam hias di Indonesia juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Dong Son. Kebudayaan Dong Son merupakan kebudayaan yang dibawa oleh oleh orang dari daratan Asia ke Indonesia sekitar 500 tahun sebelum masehi, yang membawa kebudayaan perunggu. Seni perunggu Indonesia adalah seni yang mengawali ciri khas seni Indonesia. Teknik perunggu memiliki kemampuan yang lebih dalam dibandingkan dengan teknik batu yang merupakan teknik sebelumnya, apalagi bersamaan dengan datangnya pola-pola hias baru dari luar. Datangnya motif hias meander yang banyak terdapat di Yunani, ada juga pada kesenian Dong Son. Menurut Soedarso, menyebutkan bahwa jenis kesenian yang dibawa tersebut adalah corak kesenian yang bersaudara dengan seni Mikenis di Yunani, yaitu sebuah corak kesenian yang dekoratif, penuh dengan serba lengkung, spiral dan juga terkenal dengan Chou Akhir merupakan seni hias orang Cina yang cukup tua yang mendapat pengaruh dari Barat yang sudah ditransformasikan keindahan seninya. Corak Chou Akhir atau Corak Huai dan kesenian Dong Son di teluk Tonkin, sama-sama memengaruhi kesenian Indonesia pada zaman Prasejarah dan munculnya tiga corak seni hias, yaitu Corak Monumental, Corak monumental merupakan corak yang dihubungkan dengan kesenian neolitik, dengan ciri-ciri penggambaran tokoh nenek moyang. Dilukis secara frontal disamping motif-motif simbolis lainnya, seperti tandukkerbau, berbagai binatang yang memiliki nilai simbolis, kodok, pohon hayat, dan beberapa motif geometris. Corak yang monumental memiliki dua makna, yaitu banyak berhubungan dengan monumen dalam arti sebenarnya, atau alasan estetis karena corak bersifat monumental. Corak Dong Son, Corak Dong Son memiliki kecenderungan dekoratif, kurang simbolis, sehingga dekat dengan semboyan l'art pour l'art seni untuk seni. Bentuk motifnya seperti spiral, spiral berganda dari Kaukasus, tumpal, motif tangga,meander dari kebudayaan Hallfstaf,kombinasi antara motif-motif manusia, binatang dan ornamen lainnya. Motif-motif tersebut digunakan untuk mengisi bidang datar yang luas dengan jalan pengulangan dari motif dasarnya. Pengaruh corak ini terasa di hampir seluruh kepulauan Indonesia. Corak Chou Akhir. Corak Chou Akhir mempunyai ciri tidak adanya komposisi yang simetris. Tekanan dalam corak ini adalah penerapan garis-garis irama yang melengkung-lengkung memenuhi seluruh permukaan. Paling banyak di daerah Kalimantan dan pengaruh kebudayaan Indonesia Hindu dan kebudayaan Indonesia Islam juga mempengaruhi seni ragam hias yang ada di Indonesia. Kebudayaan Hindu dari India masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Hindu, yaitu sekitar kurang lebih 150 Masehi, dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia sekitar tahun 1275 Masehi Djumeno,19903-4. Kebudayaan Indonesia Hindu dan kebudayaan Indonesia Islam dikenal dengan seni rupa rupa klasik yang bercorak Hindu mencapai puncaknya di pulau Jawa dan Bali, sedangkan seni klasik yang bercorak Islam terdapat dibeberapa daerah kekuasaan raja-raja Islam seperti di Sumatera, Jawa, Madura dan kepulauan Maluku Yudoseputro,1990-199133.Candi dengan relif yang menghiasi, merupakan bentuk peninggalan dari bangunan kebudayaan Indonesia Hindu yang tidak hanya mencerminkan nilai-nilai keindahan tetapi juga keluasan wawasan seninya. Sedangkan bentuk peninggalan kebudayaan Islam berupa istana dengan segala isinya dan aturan-aturan yang berlaku dalam istana yang sangat berpengaruh besar terhadap seluruh kehidupan masyarakat. Letaknya yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan terutama di pesisir pulau Jawa sebelah utara membawa akibat banyaknya kapal asing yang singgah. Hal tersebut menimbulkan terjadinya tukar menukar berbagai barang dari luar dengan hasil bumi Indonesia, seperti halnya keramikdan sutra dari Cina, kain Cinde dari India Barat dan lain-lain. Kekayaan rempah Indonesia menarik bagi orang asing untuk berlomba-lomba datang ke Indonesia. Secara silih berganti bangsa Cina, India, Portugis, Arab, Belanda, Inggris mendatangi Indonesia. Ada yang menetap bahkan ada yang menjajah hingga ratusan tahun. Namun jika melihat disisi lainnya, mereka menjajah tetapi juga meninggalkan peninggalan dengan seni hias yang indah, yang tentunya juga memengaruhi seni ragam hias yang ada di Indonesia.
Senirupa zaman prasejarah diawali pada zaman. a. Batik a. Paleotikum b. Seni rupa zaman kuno c. Rokoko c. Seni rupa zaman modern d. Gereja d. Seni rupa pasca modern atau kontenporer e. Rock e. Seni rupa zaman hindu budha 17. Instrument music yang mempengaruhi music zaman modern 8. Berikut adalah gagasan dan teknik dalam membuat karya
Arte-educadora, fotógrafa e artista visual A arte na pré-história constitui uma das maneiras mais eficazes para que os pesquisadores possam reconstituir a cultura existente nos primórdios da foi justamente a época em que os homens ainda não haviam inventado a escrita. Portanto, os desenhos, esculturas e objetos encontrados nos dão pistas de como as pessoas viviam e se organizavam em um passado muito pré-história está dividida em três grandes períodos, sendo que em cada um deles a arte apresenta caraterísticas facilitar o estudo, confira abaixo as divisões da Pré-HistóriaPeríodo Paleolítico ou Idade da Pedra Lascada do surgimento da humanidade até 8000 Neolítico ou Idade da Pedra Polida de 8000 até 5000 dos Metais 5000 até o surgimento da escrita, por volta de 3500 termo “arte” faz referência a um conceito moderno. Sendo assim, para os homens pré-históricos esse conceito não era conhecido. Ou seja, eles não criavam a arte com o intuito de contemplação e adorno, e sim com a função da arte na pré-história ResumoNo início, as expressões artísticas eram bastante simplificadas e com o tempo foram se abaixo as principais características da arte desenvolvida em cada períodoPeríodo PaleolíticoNessa fase, a arte era realizada nas cavernas ou próximas delas, as quais eram chamadas de arte parietal e arte rupestre. Desenho de cavalo na Caverna de Altamira A arte parietal recebe esse nome pois está relacionada com o suporte em que foi desenvolvida, ou seja, as paredes das cavernas. Já a arte rupestre era realizada fora das cavernas e das período, as pinturas eram feitas nas rochas e sua principal característica era o de figuras abstratas, foram desenvolvidas figuras de animais e homens. Geralmente, demostravam imagens de da arte representada nas paredes das cavernas, foram desenvolvidos os primeiros instrumentos e ferramentas com pouca sofisticação facas, machados, arpões, lanças, arcos, flechas, técnicas de produção eram simples e os materiais utilizados eram pedra, madeira, ossos, chifres e peles de época, também foram produzidas esculturas, geralmente figuras femininas. Vênus de Willendorf 11 cm. Encontrada na Áustria, essa escultura data do período paleolítico Vale lembrar que o homem do paleolítico caçador e coletor era nômade, ou seja, vivia em busca de comida e abrigo, portanto, não se fixavam nos NeolíticoA arte no período neolítico já pode ser vista fora das cavernas. Com um clima mais ameno, o homem do neolítico começa a viver próximo dos período marcou o sedentarismo da raça humana, que deixa de ser nômade e passa a construir vilas. A agricultura e a criação de animais foram as principais características desse também fossem desenvolvidas com pedras, tal qual no Paleolítico, nota-se nesse período a evolução da arte, que apresentava um cuidado maior, como o polimento do destacam-se os objetos feitos de cerâmica e a confecção de tecidos de lã e linho, em substituição aos trajes confeccionados com peles de animais. Exemplar de peça de cerâmica do período neolítico Importante destacar ainda a construção de monumentos megalíticos, que são grandes pedras dispostas em composições únicas. Acredita-se que o objetivo dessas construções era para a realização de rituais e celebrações. Cromeleque de Almendres, Évora, Portugal. Monumento megalítico importante na Península Ibérica Idade dos MetaisCom a descoberta dos metais, a arte começa a adquirir outro aspecto. Nesse período, ela esteve marcada pelo desenvolvimento da metalurgia e da expansão das técnicas de fundição. Peças de metal encontradas nos Bálcãs, datam de A Idade dos Metais está dividida de acordo com o metal mais utilizado, a saberIdade do BronzeIdade do CobreIdade do Ferro Também encontradas nos Bálcãs, figura feminina sem cabeça e pedaços de madeira e metal Nesse período, destacam-se os utensílios, instrumentos e ferramentas fabricados com o intuito utilitário. Por exemplo, os instrumentos de cozinha, objetos artísticos, armas, ferramentas para a agricultura, caça e pesca. Havia ainda esculturas em metal representando mulheres com roupas detalhadas e também desse período a invenção da roda e o arado de bois utilizado na agricultura. Nesse momento, também começam a surgir os primeiros experimentos na na Pré-História no Brasil Pintura Rupestre no Parque Nacional da Serra do Capivara, Piauí No Brasil, existem alguns sítios arqueológicos, sendo encontradas pinturas rupestres em vários locais nos estados de Minas Gerais, Piauí, Rio Grande do Norte, Pernambuco, Paraíba, Santa Catarina e Mato Grosso do sobre Arte RupestreQuiz da História da ArteVocê também pode se interessar porHistória da Arte definição, aspectos e períodosExercícios sobre a Pré-história Arte-educadora, artista visual e fotógrafa. Licenciada em Educação Artística pela Universidade Estadual Paulista Unesp e formada em Fotografia pela Escola Panamericana de Arte e Design. JawabanA. 50. Seni rupa terapan memiliki pengertian . a. karya seni yang lebih mementingkan keindahan dibangdinkan fungsi pakainya. b. karya seni yang lebih mementingkan keindahan dibandingkan nilai komersilnya. c. karya seni yang lebih mementingkan fungsi pakai dibandingkan keindahan. d. karya seni yang lebih mementingkan fungsi pakai Pada abad berapakah fase sejarah seni rupa nusantara? Sejarah seni rupa Nusantara pada fase sejarah dimulai sekitar abad ke-7 Masehi yang ditandai dengan ditemukannya tiang batu tertulis yang dibuat pada masa kerajaan Kutai. Sejarah seni rupa Nusantara pada fase sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa yaitu kerajaan Hindu, kerajaan Islam, dan masa penjajahan. Sebutkan apa saja karya seni nusantara yang berkembang pada zaman prasejarah? Kriya batu Kapak genggam Kriya tanah liat atau gerabah Mesolitik-Neolitik Lukisan dinding gua Mesolitik-Megalitik Bangunan megalitik menhir, dolmen, sarkopak Ragam hias prasejarah yang menyatu dengan benda kriya. Apakah karya seni khususnya seni rupa mengalami perkembangan? Fungsi karya seni rupa bisa mengalami perubahan atau pergeseran karena seiring dengan kebutuhan dan perkembangan pola pikir, tradisi, dan budaya masyarakat. Berdasarkan periode perkembangan seni rupa dibagi menjadi berapa? Zaman prasejarah. Sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-5 Masehi. Zaman logam. Zaman purba. Zaman madya. Zaman baru. Berapa periode karakteristik perkembangan seni budaya? – Perkembangan seni budaya nusantara dimulai sejak zaman prasejarah. Secara umum perkembangannya dibagi dalam empat periode, diawali dari periode prasejarah, periode klasik, periode Islam, hingga kontemporer. Bagaimana perkembangan seni rupa pada zaman abad ke 20? pada abad ke20 timbullah berbagai gerakan perbaikan dalam bidang seni rupa yang meliputi fisik, material, dan spiritual. Berdirinya negara-negara baru sebagai hasil perjuangan negri-negeri jajahan bangsa Eropa, telah membangkitkan semangat baru dalam seni rupa. Jelaskan apa yang dimaksud dengan seni rupa prasejarah? seni rupa zaman prasejarah adalah seni rupa dari zaman sebelum adanya tulisan misalnya batu kapak, dan lain lainnya. Bagaimana ciri karya seni rupa pada zaman prasejarah? Media yang dipakai berasal dari alam seperti kayu, batu, atau logam. Motif yang digunakan berupa flora, fauna, geometris, atau figuratif. Biasanya digunakan sebagai simbolis upacra sacral atau keagamaan. Apa saja yang termasuk karya seni rupa nusantara? Seni Rupa Terapan pada Rumah Adat. Karya Seni Terapan Berupa Alat Transportasi Tradisional. Karya Seni Terapan Berupa Batik. Karya Seni Terapan pada Senjata Tradisional. Karya Seni Terapan Untuk Anyaman. Kerajinan Sepatu. Apa yang mempengaruhi karya seni rupa pada zaman klasik? Jawaban. Perkembangan seni rupa zaman klasik didasari atas berkembangnya kebutuhan dan yang hidup pada zaman prasejarah berkembang pesat pada zaman awal pemujaan terhadap arwah roh nenek moyang berkembang menjadi kepercayaan kepada para dewa. Bagaimana perkembangan seni rupa modern pada saat ini? Perkembangan seni rupa modern yang diawali dengan penemuan teknologi fotografi pada pertengahan abad 19 yang lalu telah mempengaruhi cara pandang dalam berkesenian di seluruh dunia khususnya dalam bidang seni rupa dan desain, selain muncul beragam aliran baru dalam seni lukis, muncul pula berbagai gerakan dan … Menurut pendapat anda apakah setiap periode perkembangan seni rupa di Indonesia selalu memiliki ciri tersendiri yang membedakan dengan periode sebelumnya? Jawaban. Jawaban iyaa, setiap periode perkembangan seni rupa di Indonesia memiliki ciri khas tertentu sesuai dan mengikuti zamannya. Apa ciri ciri seni rupa 2 dimensi dan 3 dimensi? Pengertian seni Rupa 2 Dimensi – Seni Rupa 2 dua dimensi adalah merupakan karya seni rupa yang memiliki batas 2 sisi, yaitu panjang dan lebar. Berbeda dengan seni rupa 3 dimensi yang memiliki ruang, karya seni rupa 2 dimensi hanya memiliki panjang dan lebar saja. Apakah arti seni rupa zaman Paleolitikum? Pada zaman Batu Tua atau Paleolitikum, yang mana pada zaman ini terdapat beberapa Karya seni yang dihasilkan berupa alat- alat dari batu dan tulang yang masih sangat kasar, yaitu Kapak genggam atau chopper, Kapak perimbas, alat penusuk atau belati, dan Flakes. Bagaimana perkembangan seni rupa pada zaman klasik? perkembangan seni rupa zaman klasik didasari atas berkembangnya kebutuhan dan yang hidup pada zaman prasejarah berkembang pesat pada zaman awal pemujaan terhadap arwah roh nenek moyang berkembang menjadi kepercayaan kepada para sarana ibadah baik bentuk dewa … Apa itu masa coreng moreng? Masa Coreng–Moreng Scribbling Period Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Kapan di mulainya seni budaya Nusantara? Seni Budaya di Nusantara diawali dengan masa-masa Nir Leka dimana masyarakat purba jaman itu menggunakan cap tangan di gua sebagai hal yang membangkitkan nilai estetika yang ada di lingkungan sekitarnya. Kenapa Karakteristik seni Anak SD perlu diperhatikan oleh guru? Karakteristik seni anak SD perlu diperhatikan guru agar dapat dihasilkan pembelajaran seni yang bermakna. Bagaimana guru memperhatikan karakter seni musik. , seni gerak , dan seni rupa anak dalam pembelajaran ? bermakna. Aliran apa saja yang muncul pada abad ke 20? References Pertanyaan Lainnya1Cara Melukis Dengan Teknik Semprot Adalah?2Jari Jari 3 5 Cm?3Carilah Sinonim Kata Kata Berikut?4Bahan Makanan Yang Mengandung Amilum Adalah?5Sebutkan Beberapa Media Desain Grafis?6Dalam Estafet Ember Air Para Peserta Menggunakan Gerak Dasar?7Timer Adalah Petugas Pada Perlombaan Lari Yang Bertugas?8Kegiatan Wirausaha Selalu Diawali Dengan Tahap?9Sebutkan Macam Macam Pola Penyerangan Dalam Permainan Bola Voli?10Carilah Contoh Iklan Media Cetak Dari Majalah Atau Koran? Diwilayah Nusantara terdapat beraneka ragam corak seni rupa tradisi, hal ini disebabkan wilayahnya yang luas dan terdapat bermacam-macam tradisi, budaya, lingkungan alam, adat, dan agama. Seni rupa murni Nusantara diawali sejak zaman prasejarah berupa lukisan/relief babi dan cap-cap tangan pada dinding serta patung perlambang dari roh nenek
A pintura está cada vez mais próxima da poesias, agora que a fotografia a libertou da necessidade de contar uma história Georges Braque Você deve estar se perguntando quais são os períodos da arte ocidental? Da pintura mural à pintura a óleo, a história da arte evoluiu muito e passou por diversas reviravoltas. Com movimentos artísticos e tendências como o classicismo, romantismo, simbolismo, pintura flamenga, pop art, entre outros, a pintura ocidental tem se transformado constantemente, dando origem a grandes obras-primas como "O Grito", "Monalisa" e "Guernica". Conhecer essa história é fundamental para todos aqueles que querem aprender a desenhar ou pintar. É verdade que a maioria dessas obras históricas se encontram em museus Europeus ou dos Estados Unidos, o que significa que é preciso viajar para admirar ao vivo a maioria destas grandes obras primas. Mas, cada vez mais, não é preciso sair de casa para aprender mais sobre arte, já que muitos museus inclusive oferecem visitas virtuais ou catálogos online. Se esse for o seu caso e você estiver aprendendo a desenhar com um curso de desenho online, não deixe de ler esse texto para aprender mais sobre a teoria por trás dos grandes períodos da história da arte! Os melhores professores de Pintura disponíveis5 29 avaliações 1a aula grátis!5 18 avaliações 1a aula grátis!5 21 avaliações 1a aula grátis!5 13 avaliações 1a aula grátis!5 10 avaliações 1a aula grátis!5 107 avaliações 1a aula grátis!5 9 avaliações 1a aula grátis!5 8 avaliações 1a aula grátis!5 29 avaliações 1a aula grátis!5 18 avaliações 1a aula grátis!5 21 avaliações 1a aula grátis!5 13 avaliações 1a aula grátis!5 10 avaliações 1a aula grátis!5 107 avaliações 1a aula grátis!5 9 avaliações 1a aula grátis!5 8 avaliações 1a aula grátis!Vamos láPré-história e os inícios da pintura A arte da pintura é muito mais antiga do que podemos imaginar. O homem pré-histórico começou a pintar durante o período madaleno, cerca de a anos antes de Cristo. Naquela época, os homens conheciam apenas três cores o ocre amarelo, o ocre vermelho e o preto carvão vegetal. Estas cores foram extraídas de materiais como o manganês ou o ferro. Se, em períodos artísticos posteriores, o universo da pintura foi dominado por retratos e naturezas mortas, o homem pré-histórico pintou principalmente animais como cavalos, bisontes e mamutes. A fim de dar alguns efeitos de relevo às suas obras, estes artistas utilizavam as saliências naturais ou cavidades das paredes sobre as quais pintavam. DicaPara aprender mais sobre este período, recomendamos assistir ao documentário "A caverna dos sonhos esquecidos", de Werner Herzog. Ritual ou expressão artística, as grandes pinturas rupestres são ainda objeto de grandes pesquisas arqueológicas. Alguns dos maiores vestígios de pintura pré-histórica podem ser encontrados na França e Espanha, incluindo as famosas cavernas de Lascaux e da Gruta Chauvet, ambas na França. Pintura na antiguidade A pintura evolui ao longo do tempo, mas os suportes permanecem praticamente os mesmos. Na antiguidade, os gregos ainda pintavam nas paredes para decorar moradias e outras obras arquitetônicas. Ainda sem incorporar elementos de perspectiva, as obras representam humanos, animais ou edifícios que são frequentemente de natureza religiosa ou evocam certos sacrifícios ou rituais. A pintura grega é também amplamente conhecida por ter decorado todo tipo de cerâmica. As cores preto e vermelho são usadas para pintar a vida cotidiana da época. Na Grécia Antiga, pinturas decoravam edifícios importantes de função religiosa e simbólica. Trata-se de um estilo que mais tarde influenciou essa arte. Você poderá ver em um curso de pintura que aborda a história romana. Na Itália, as pinturas decoram principalmente grandes vilas com representações da paisagem local. As principais representações artísticas da antiguidades, são arte egípcia; arte germánica e celta; arte mesopotâmica; arte grega; arte romana; arte fenícia. Confira essa lista de vinte artistas mais famosos da arte! A Idade Média representa um período em que a pintura se afasta dos elementos da vida cotidiana, como objetos e obras arquitetônicas. Ao contrário do que aconteceu na antiguidade, durante a Idade Média as pinturas foram relegadas principalmente à ilustração de grandes manuscritos, como o Livro de Horas, um livro para que os fiéis católicos soubessem quando rezar e quais preces seguir. Um pouco mais tarde, começou-se a pintar em placas de madeira. Pergaminhos ainda eram usados, mas os painéis de madeira começaram a ser incorporados cada vez mais, sendo usados como telas. Os temas das pinturas passam a ser cada vez mais realistas e os artistas começam a incluir elementos de perspectiva. Giotto di Bondone e Cimabue são particularmente conhecidos por serem grandes artistas da pintura medieval. As principais representações artísticas da época medieval, as fases da arte desta época são arte bizantina; arte românica; arte gótica. Que tal fazer um curso de desenho para conhecer melhor os períodos da história da arte? Os melhores professores de Pintura disponíveis5 29 avaliações 1a aula grátis!5 18 avaliações 1a aula grátis!5 21 avaliações 1a aula grátis!5 13 avaliações 1a aula grátis!5 10 avaliações 1a aula grátis!5 107 avaliações 1a aula grátis!5 9 avaliações 1a aula grátis!5 8 avaliações 1a aula grátis!5 29 avaliações 1a aula grátis!5 18 avaliações 1a aula grátis!5 21 avaliações 1a aula grátis!5 13 avaliações 1a aula grátis!5 10 avaliações 1a aula grátis!5 107 avaliações 1a aula grátis!5 9 avaliações 1a aula grátis!5 8 avaliações 1a aula grátis!Vamos láArte Renascentista o surgimento das telas O período renascentista representou uma verdadeira revolução para a história da pintura. Os artistas afastam-se gradualmente da religião como tema predominante e começam a voltar seus olhos para o mundo que os rodeia, principalmente através de retratos. Leonardo da Vinci foi o pioneiro em mostrar os laços entre arte e ciência. Em particular, da Vinci utilizará a ciência para estudar a anatomia do corpo humano e representar as pessoas de uma forma mais realista. Leonardo da Vinci é um dos grandes mestres do Renascimento, conhecido pela técnica do sfumato ou esfumado, em português é um marco para esse periodo da arte. O surgimento da tela como suporte muda radicalmente a postura do artista em relação ao ato de pintar. Embora os suportes de madeira continuem a ser utilizados, a tela passa a ser gradualmente incorporada. Esta era marca também o início da pintura com cavalete. Fra Angelico, Andrea Mantegna, Le Tintoretto, Sandro Botticelli, Raphael, Leonardo da Vinci, Michelangelo, os grandes artistas da época eram principalmente italianos, embora a escola de pintura holandesa não deva ser menosprezada. No norte da Europa, destacavam-se pintores como Lucas Cranach ou Pieter Brueghel. O Alto Renascimento, entre 1500 e 1530, é um período considerado como o apogeu da pintura. Leonardo da Vinci vai para a França sob as ordens de Francisco I e brilhantemente desenvolve a técnica do sfumato, dando mais liberdade ao acabamento das obras. Os detalhes são menos precisos e os artistas começam a adotar o estilo do maneirismo, uma forma de anunciar o estilo barroco dos próximos anos. Para todos aqueles que estão fazendo aulas de desenho, especialmente aqueles que estão fazendo um curso de desenho realista ou um curso de desenho técnico, o período renascentista não pode ser ignorado! Seja ao vivo ou em livros, é fundamental fazer uma imersão na obra desses grandes mestres, que acabam sendo verdadeiros professores ensinando desenho. Pintura barroca e rococó No início do século XVII, os pintores afastaram-se consideravelmente do estilo renascentista e criaram o que seria chamado de pintura barroca. Entre os expoentes deste estilo podemos citar muitos artistas que são agora reconhecidos entre os maiores pintores da histórico, como Caravaggio Rembrandt Rubens Velasquez Poussin Georges de La Tour Vermeer As telas de Caravaggio são particularmente características da pintura barroca. Ao contrário do que se via no renascimento, as obras barrocas privilegiam a emoção na pintura, representando os fatos no seus momentos mais trágicos. Os artistas não se censuram e usam o jogo de luz, sombras e cores para reforçar a emoção das telas. Os historiadores da arte apontam particularmente para a invenção da técnica de claro-escuro, que destaca certos detalhes dos personagens através da iluminação de uma vela ou de outros meios. Os contrastes são muito fortes e as pinturas bastante escuras. Sempre sonhou em aprender técnicas e desenhar como um verdadeiro artista ? Faça um curso de desenho online ! Um pouco mais tarde, o estilo rococó invadiu a Europa. Desta vez, ele passa a ser mais leve e, por vezes, até erótico. Um verdadeiro estilo decorativo, usado tanto na pintura quanto na fabricação de móveis, o estilo rococó seduz a corte real e os nobres. Watteau, Chardin e Fragonard são os principais representantes na França e são frequentemente reproduzidos durante o processo de desenho, sendo muito utilizados como exemplo em cursos de desenho. Confira o top 12 dos pintores contemporâneos famosos! Do neoclassicismo ao realismo O século XIX foi muito movimentado em termos de correntes artísticas. Estilos e escolas se sucedem e marcam o século como um dos mais importantes da história da arte. Jacques-Louis David é um dos expoentes do neoclassicismo, recebendo grandes encomendas do Estado francês O neoclassicismo de Jacques-Louis David No final do Século XVIII, muitos pintores sentiram o desejo de voltar à simplicidade. Frente às frivolidades do espírito rococó e o lado obscuro do movimento barroco, os pintores decidiram incorporar as características de uma pintura mais clássica. Em meio ao iluminismo, surgiu o movimento neoclássico, particularmente na época em que as ruínas de Pompeia estavam sendo redescobertas. O estilo antigo tornou-se então um modelo para artistas que desejavam voltar às fontes da arte. Aos poucos, este impulso neoclássico perde fôlego e vai cedendo espaço ao romantismo. Conheça as pinturas mais famosas da arte! O romantismo de Eugène Delacroix O romantismo foi um dos movimentos artísticos mais significativos da história da arte. Grandes pintores como Eugène Delacroix, Théodore Gericault ou Francisco de Goya fizeram parte deste movimento, conhecido pelo apelo aos sentimentos e à melancolia. As pinturas da época representam frequentemente paisagens ou eventos em que a natureza é o elemento central. O movimento reflete o desejo de mostrar que a natureza é mais forte que a humanidade a partir da representação de catástrofes como massacres e naufrágios, entre outros. O realismo de Gustave Courbet Quase como uma fotografia, o movimento realista pretendia refletir a vida e os acontecimentos da época. Longe da imaginação e da estética do movimento romântico, os pintores realistas de meados do século XIX desejavam voltar a colocar os seres humanos no centro da pintura. A evolução social, a vida cotidiana, a chegada das máquinas as pinturas realistas oferecem um panorama fiel e completo da vida do século XIX. A chegada da fotografia no final do século XIX introduz um choque os artistas já não tinham de pintar o ambiente de forma realista. A pintura é então gradualmente transformada, tornando-se, acima de tudo, um meio de expressão. A arte moderna ou Modernismo e contemporânea Em 1872, Claude Monet expôs sua pintura "Impressão do Sol Nascente" no "Salão dos Rejeitados" de Paris. Muito apegados aos códigos acadêmicos da época, os críticos escracham a pintura que, no entanto, marcou o início da pintura moderna. Uma pintura feita ao ar livre, que permite reproduzir momentos da vida que podem parecer sem importância ao lado dos grandes acontecimentos pintados ao longo da história da pintura. Esta era a proposta do impressionismo. Pintores como Van Gogh quebraram as regras dos períodos anterior e consolidaram a pintura moderna como uma era de grandes pinturas! O movimento impressionista nasce. Aos poucos, novos artistas foram surgindo e ajudando a desenvolver o espírito da pintura moderna. Cézanne, Gauguin e Van Gogh continuam a representar paisagens e naturezas mortas de todos os tipos. O fauvismo, mas também a escola Pont-Aven, reforçam a ideia de que a pintura moderna encontrou definitivamente o seu lugar. Alguns anos mais tarde, a pintura contemporânea apareceu, principalmente a partir da obra de Pablo Picasso. Com seu quadro "Les Demoiselles d'Avignon", Picasso faz história com sua pintura desconstruída, sem perspectiva ou proporção humana. Assim, o artista lançou as bases para o que hoje é chamado de cubismo. Com seu amigo Georges Braque, ele tem o prazer de inventar os próprios limites. Segue-se a arte abstrata de Kandinsky, o dadaísmo de Marcel Duchamp e Francis Picabia ou o surrealismo de Dalí e Magritte. Movimentos artísticos e pintores que marcarão para sempre a história da arte do século XX. Como fica evidente, a história da pintura é repleta de reviravoltas e de diversidade. Mas é inegável que, a cada vez que uma nova corrente ou movimento surge, ela dialoga diretamente com seus predecessores, seja para imitá-los ou para contrariá-los. Por isso, se você está fazendo um curso de desenho, não pode deixar de conhecer estes artistas e elementos. A arte contemporânea A arte contemporânea tem sido moldada por uma série de influências, desde movimentos na cultura popular e na tecnologia até mudanças no pensamento filosófico. Nos anos 60, com a emergência de movimentos contra-culturais, ideias como o anti-estabelecimento e o anti-materialismo começaram a tomar forma. Este período também assistiu ao advento da Pop Arte e à experimentação de novos meios de arte, pois as obras dos artistas contemporâneos exploram frequentemente a fronteira entre a realidade e a imaginação. Eles também usam uma variedade de materiais para criar as suas obras de arte, incluindo suportes digitais, computação gráfica e instalações com objectos do dia-a-dia. Os artistas experimentam novas formas e técnicas a fim de expressar as suas ideias. Todos os periodos artísticos são de suma importância para que a expressão continue sendo livre! Nos anos 90 e 2000, a arte contemporânea foi marcada por um maior enfoque na globalização, multiculturalismo e tecnologia. Artistas começaram a explorar o uso da tecnologia no seu trabalho, assim como a incorporar elementos da cultura popular. Temas como a identidade e o género também se tornam cada vez mais importantes na arte contemporânea. Hoje em dia, a arte contemporânea é um campo em constante mudança que continua a incorporar diferentes influências em todo o mundo, combinando tanto os meios tradicionais como os novos meios de comunicação para criar obras que são frequentemente provocadoras e de pensamento. Os principais movimentos artísticos da era pós-moderna da arte, são Pop Art; Arte Cinética; Minimalismo; Street Art ou arte urbana; Grafite; Body Art. São estilos de pintura bem diferentes e é importante que você possa conhecer e analisar cada um deles, fale com seu professor de pintura e conte de quais movimentos você gostou mais ou menos e use esse impulso de inspiração para seus próprios trabalhos! Toda manifestação artística é importante e a pintura está sempre em constante evolução como toda arte em si. Conte pra gente qual sua época e pintor preferido? Qual mais de inspira?

ViewMATERI PEMBELAJARAN SENI RUPA .docx from HAS 295 at University of Texas. MATERI PEMBELAJARAN SENI RUPA PERIODE ZAMAN PRASEJARAH A. Seni rupa terapan di wilayah nusantara Seni rupa salah satu Study Resources

Berikut ini akan kita bahas mengenai perkembangan seni di indonesia, perkembangan seni rupa di indonesia, seni rupa prasejarah, seni kontemporer, seni rupa modern. Sejarah perkembangan seni tidak berdiri sendiri melainkan terintegrasi dalam bentuk kebudayaan itu sendiri, karena seni merupakan unsur dari kebudayaan. Oleh karena itu, membahas tentang perkembangan seni dilakukan dengan mempelajari perkembangan kebudayaan melalui pendekatan pengamatan bidang seni. Fakta menunjukkan bahwa salah satu ciri khas kebudayaan Indonesia dibandingkan kebudayaan negara lain adalah keseniannya. Banyak wisatawan mancanegara yang mengagumi Indonesia melalui kesenian. Sangatlah tepat kiranya, jika pemerintah selalu mengirimkan duta seninya ke manca negara untuk menarik wisatawan asing agar menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata. Dalam bab berikut ini secara ringkas akan kita telusuri bersama jejak perkembangan seni, khususnya yang mencakup seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan sebagai bagian dari sejarah kebudayaan Indonesia. Masa Protosejarah Kebudayaan ada sejak manusia ada, karena manusialah yang menciptakan suatu bentuk kebudayaan. Seperti diungkapkan oleh para ahli purbakala, bahwa kehidupan manusia telah mengalami proses evolusi yang sangat panjang dengan memakan waktu jutaan tahun untuk membentuk pola kehidupan manusia seperti yang ada sekarang. Menurut penelitian para ahli purbakala, manusia merupakan satu jenis makhluk yang telah mengalami proses evolusi dari sejenis makhluk primata sejak sekitar tahun yang lalu. Keberadaan manusia purba banyak diketahui para ahli purbakala melalui penemuan-penemuan fosil manusia purba. Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia sebagai berikut. Pada tahun 1898, Eugene Dubois, seorang dokter Belanda menemukan fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo, dekat Desa Kedung Brubus, kemudian ditemukan lagi di daerah Trinil, Jawa Timur. Fosil manusia purba penemuan Dubois tersebut diberi nama Pithecanthropus Erectus, yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. Pada tahun 1931 dan 1934, seorang ahli geologi Jerman GHR von Koenigswald menemukan fosil serupa di dekat Desa Ngandong, di lembah Bengawan Solo, sebelah utara Trinil. Pada tahun 1941 di dekat Sangiran, Surakarta, GHR Von Koenigswald menemukan fosil serupa, tetapi memiliki struktur tubuh dengan ukuran yang luar biasa besarnya, sehingga disebut sebagai fosil Meganthropous Palaeojavanicus. Penemuan-penemuan fosil disertai dengan adanya penemuan alat-alat sebagai bagian dari kehidupannya. Hal itu menunjukkan bahwa manusia purba telah mengenal kebudayaan. Adanya peralatan batu yang ditemukan di dekat penemuan fosil manusia purba menunjukkan bahwa manusia purba telah memiliki kebudayaan dalam bentuk peralatan yang terbuat dari batu. Lebih jauh penguasaan manusia purba terhadap unsur-unsur kebudayaan lama primitif, nampak dengan ditemukannya berbagai gambar-gambar sederhana yang terlukis di dinding langit-langit gua tempat kediaman manusia purba. Gua-gua di teluk Mc Cluer dan Teluk Triton, Papua. Pada bagian dinding gua dan karang dijumpai banyak lukisan yang beraneka ragam, seperti cap tangan, gambar orang, ikan, perahu, binatang melata, cap kaki, garis-garis geometrik maupun coretan lukisan abstrak. Gua-gua di Kepulauan Kai, Pulau Seram, dan Maluku. Di tempat tersebut banyak dijumpai lukisan di dinding gua dengan dominasi warna merah dan putih. Adapun objek lukisannya tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Papua. Gua leang-leang di Sulawesi Selatan. Pada dinding langit-langit gua ditemukan berbagai corak lukisan dari gambar hewan atau bentuk organ tubuh yang konkret juga coretan-coretan abstrak dengan dominasi warna merah. Sementara temuan lukisan yang serupa pada dinding gua di Pulau Muna, Sulawesi tengah banyak di dominasi warna coklat. Gua Sodong di Besuki-Jawa Timur. Gambar-gambar sederhana yang terdapat di dinding gua tempat kediaman manusia purba tersebut menunjukkan bahwa manusia purba telah mulai mengenal seni lukis sebagai bentuk ungkapan perasaan. Gambar-gambar tersebut merupakan bagian dari wujud kebudayaan. Di samping temuan gambar atau coretan di gua, juga ditemukan objek lukisan dalam bentuk relief, antara lain manusia, binatang dan pola-pola geometris yang terdapat pada sarkofagus yang ditemukan di Bondowoso dan Bali. Relief serupa juga ditemukan pada tutup dolmen yang ditemukan di Desa Tlogosari, Bondowoso. Penemuan berbagai jenis patung batu maupun patung perunggu menunjukkan kemajuan seni patung yang merupakan bagian dari seni rupa. Benda-benda seni yang merupakan bentuk kebudayaan manusia proto sejarah, banyak ditemukan di Indonesia dalam bentuk bangunan megalitik. Bangunan megalitik, yaitu bangunan batu besar yang dibuat berkaitan dengan unsur kepercayaan pada waktu itu, yaitu menyembah roh nenek moyang. Peninggalan tersebut antara lain berupa Menhir, yaitu bangunan berwujud tugu batu. Dolmen, yaitu bangunan batu menyerupai meja besar. Dolmen diduga sebagai tempat sesaji. Sarkofagus adalah bangunan yang berfungsi sebagai keranda jenazah. Sarkofagus terbuat dari batu dengan cekungan di dalamnya. Di samping benda-benda tersebut juga ditemukan perhiasan dari batu ataupun manik-manik yang diduga sebagai bagian dari benda-benda perhiasan, benda-benda keperluan sehari-hari, dan rangkaian dari benda-benda upacara ritual. Keberadaan benda-benda tersebut sekaligus menunjukkan perkembangan seni kerajinan sebagai bagian dari seni rupa pada masa prasejarah. Manik-manik yang terbuat dari bahan kaca banyak ditemukan di daerah Sumatra Selatan, Jawa, Timur, dan Bali. Adapun manik-manik yang ditemukan di guagua pada umumnya terbuat dari kulit kerang. Beberapa jenis gelang, cincin perunggu banyak ditemukan di daerah Pasemah, Sumatra Selatan. Perkembangan zaman mengakibatkan pula perkembangan tingkat kecerdasan manusia. Hal itu diwujudkan dalam bentuk peningkatan kemampuan manusia membuat alat-alat yang semula terbuat dari batu ke logam. Berbagai benda-benda peninggalan zaman perunggu di kawasan Asia Tengara, pertama kali ditemukan di Dongson, Vietnam Utara berupa kuburan tua berisi benda-benda dari perunggu dan besi. Di antara benda-benda tersebut, antara lain nekara genderang perunggu, alat-alat berupa kapak perunggu dengan aneka bentuk, warna dan ukuran, alat-alat perunggu, bejana-bejana perunggu, perhiasan berupa gelang dan manik-manik, serta arca-arca perunggu. Hal yang menarik dari benda-benda tersebut adalah adanya hiasan bergambar terutama pada nekara. Keberadaan hiasan pada benda-benda yang terbuat dari logam tersebut menunjukkan telah terjadi perkembangan kebudayaan manusia, khususnya dalam bidang seni rupa. Nekara yang berukuran kecil dan berbentuk ramping disebut moko atau mako. Di Indonesia benda-benda perunggu dari zaman protosejarah ditemukan di daerah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara , Sangean Sumbawa, Rote, Leti, Selayar, Kei, Alor, Timor, dan Papua Sentani. Masa Kontemporer/Modern Ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan faktor utama dalam menentukan perkembangan pola kebudayaan masyarakat. Perubahan lingkungan sosial terus berlangsung seiring dengan perkembangan manusia, sehingga mengakibatkan makin berkembangnya kebudayaan. Salah satu hal yang menandai perkembangan kebudayaan masyarakat adalah proses penyebaran kebudayaan dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal tersebut menyebabkan makin banyaknya corak kebudayaan sebagai akibat percampuran kebudayaan akulturasi. a. Perkembangan seni pada masa kebudayaan Hindu – Buddha Di Indonesia pengaruh kebudayaan Hindu mewarnai pola kebudayaan masyarakat sejak abad ke-4 Masehi. Bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu di Indonesia adalah berupa batu bertulis prasasti yang ditemukan di pedalaman daerah Sungai Cisadane, dekat Bogor, batu bertulis di daerah Muara Kaman, Kutai, Kalimantan Timur. Tulisan-tulisan yang terpahat di batu tersebut menggunakan huruf Pallawa. Dalam tulisan tersebut, antara lain mengungkapkan tentang keadaan kerajaan-kerajaan pada masa itu. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa masuknya kebudayaan Hindu dikarenakan para raja mengundang ahli-ahli dan orang pandai dari golongan Brahmana pendeta di India selatan yang beragama Wisnu atau Brahma. Mereka diminta raja untuk memimpin upacara-upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh kerajaan, di samping sebagai penasihat spiritual serta penasihat di bidang pemerintahan/kenegaraan. Dengan demikian pengaruh kebudayaan Hindu pada masa itu terbatas pada kalangan kerajaan dan keluarganya saja. Berbagai benda bersejarah peninggalan kebudayaan Hindu di Indonesia terutama menyangkut peninggalan masa kejayaan suatu kerajaan. Benda peninggalan tersebut pada umumnya berbentuk bangunan yang fungsinya berkaitan dengan sistem religi, sedangkan corak pembuatannya menunjukkan tingginya tingkat peradaban pada masa itu. 1 Perkembangan Seni Rupa Berbagai bentuk candi maupun arca peninggalan zaman kerajaan Hindu menunjukkan perkembangan seni bangunan relief yang sekaligus menunjukkan perkembangan seni rupa pada masa Indonesia kuno. Demikian halnya dengan masuknya ajaran agama Buddha di Indonesia telah berpengaruh terhadap pola bangunan candi pada masa itu. Salah satu peninggalan sejarah kebudayaan Buddha di Indonesia, misalnya Candi Borobudur. Candi Borobudur merupakan bentuk peninggalan sejarah pada masa kerajaan Mataram kuno yang mendapatkan pengaruh kebudayaan Buddha. 2 Perkembangan Seni Sastra Perkembangan bidang seni sastra di Indonesia pada masa kebudayaan Hindu-Buddha, dapat kita temukan dalam bentuk sebagai berikut. Prasasti adalah batu bertulis yang menunjukkan kemajuan seni sastra berupa tulisan yang dituangkan dalam bentuk relief seni cetak. Misal prasasti Kedukan Bukit 683 M di daerah Kedukan Bukit, tepi sungai Tatang, Palembang; prasasti Talang Tuo 684 M ditemukan di Talang Tuo, Palembang; dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung. Masa kejayaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan ke- 8 Masehi menempatkan Sriwijaya sebagai pusat ilmu pengetahuan agama Buddha. Pada masa itu ada salah seorang pendeta Buddha bernama Sakyakirti. Sakyakirti banyak memberikan bimbingan kepada murid-muridnya, antara lain I Tsing dari Cina. I-Tsing diberi tugas khusus menerjemahkan kitab suci agama Buddha. Pada zaman pemerintahan Empu Sindok 929 – 947, disusun kitab suci agama Buddha Tantrayana yang berjudul “Sang Hyang Kamahayanikan”. Pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk 1350– 1389, yang merupakan salah satu raja Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak Hindu. Pada masa itu, Patih Gajah Mada menyusun Kitab Hukum Kutaragama. Empu Prapanca, seorang pujangga kerajaan berhasil mengarang Kitab Negarakertagama 1365. Kitab Negarakertagama berisi tentang sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit. Empu Tantular yang berhasil menulis Kitab Sutasoma. Pada zaman keemasan kerajaan Kahuripan hingga zaman kerajaan Kediri 1045 – 1222 seni sastra berkembang pesat, antara lain adanya buku-buku sastra karangan pujangga masa itu. Buku-buku sastra yang dimaksud, yaitu Kitab Smaradahana Empu Darmaja, Kitab Baratayuda Empu Sedah dan Empu Panuluh, Kitab Lubdhaka dan Wrata Empu Tanakung, dan kitab Arjunawiwaha Empu Kanwa. 3 Perkembangan Seni Pertunjukan Perkembangan seni pertunjukan pada masa Indonesia kuno dapat diketahui melalui tulisan pada prasasti-prasasti, relief-relief candi, dan kitab-kitab sastra yang ada. Secara khusus tidak ada prasasti yang menuliskan tentang adanya suatu bentuk pertunjukan seni, namun pemakaian kata-kata yang bermakna tentang seni pertunjukan sering muncul dalam prasasti, kitab sastra, ataupun relief pada candi. Kitab sastra dan relief tersebut dipergunakan para ahli etnografi untuk menyimpulkan bahwa pada masa itu, seni pertunjukan yang berkaitan dengan seni musik dan seni tari telah berkembang dengan baik. Beberapa kosakata yang ada pada prasasti, relief candi, ataupun buku sastra pada masa Indonesia kuno diidentikkan dengan perkembangan seni pertunjukan, antara lain adanya kata-kata mrdangga, padahi, tuwung, curing, dan murawa yang ada dalam prasasti merupakan sebutan untuk jenis-jenis alat musik pada masa Indonesia kuno; kata-kata widu mangidung, yang sering muncul di prasasti menunjukkan makna “menyanyi“ seni vokal; kata-kata mangigel atau anigelaken dan mamirus yang berarti tari topeng menunjukkan perkembangan seni tari pada masa itu; relief-relief yang terdapat pada dinding candi Borobudur menggambarkan alat musik petik, siter dan kecapi, alat musik kendang dan alat musik tiup, menujukkan pada masa itu telah berkembang seni musik; relief-relief yang terdapat pada dinding candi Sukuh, Tawangmangu, Jawa Tengah menunjukkan gambar terompet dan alat musik bendhe. Pilihan pembuat candi menggambarkan relief tentang alatalat musik tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu telah berkembang seni pertunjukan musik dan tari di tengah kehidupan masyarakat. Relief candi pada hakikatnya merupakan bentuk kegiatan mendokumentasikan pola perilaku masyarakat pada masa itu; beberapa kitab sastra yang disusun oleh para pujangga kerajaan pada masa Indonesia kuno telah memasukkan beberapa kata dan kalimat yang menunjukkan makna adanya suatu bentuk seni pertunjukan, baik yang mencakup seni musik maupun seni tari, kitab sastra tersebut sebagai berikut. Dalam kitab Arjunawiwaha, disebutkan “ … ghurna ng gong bheri ..” Dalam kitab Sutasoma dituliskan “ …munyang gong pangarah .. “ Dalam kitab Lubdhaka, dituliskan “… rojeh gong gumuruh ..” Dalam kitab Hariwangsa, dituliskan “ … rojeh gong grebeg ning bala … “ Kata-kata “gong” pada kalimat tersebut menunjukkan makna sebagai alat musik tradisional, yang sampai kini masih dipergunakan sebagai salah satu dari alat musik tradisional Jawa. Demikian pula dalam Kitab Smaradahana, Hariwangsa, dan Tantri Kamandaka dituliskan alat musik kendang dengan istilah “tabehtabehan” atau “ tetabuhan”. Dalam Kitab Arjunawiwaha juga dituliskan tentang alat musik simbal yang disebut sebagai “barebet “. Dalam Kitab Malat terdapat tulisan alat musik gambang, yakni salah satu alat musik tradisional Jawa yang berupa rangkaian bilahan kayu dengan nada berbeda-beda dibunyikan dengan dua alat pemukul yang bagian pemukulnya bulat pipih. Dalam Kitab Malat juga dituliskan tentang pemakaian alat musik rebab jenis alat musik gesek tradisional Jawa dalam kalimat “…. rebab muni alangu …“, serta menyebutkan alat musik kecapi dengan istilah kacapi atau kachapi. Dalam Kitab Kidung Harsawijaya, terdapat kata-kata angidung, yang berarti menyanyi, angringgit yang berarti memainkan wayang ringgit = wayang, anepuk atau anapuk yang berarti menari topeng, dan amidu atau widu yang mengandung makna menyanyi, serta agugujegan yang berarti melucu atau melawak. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Indonesia kuno, masyarakat telah mengenal seni pertunjukan yang terdiri atas seni vokal menyanyi, seni musik gamelan, dan seni tari. Dalam bidang seni pertunjukan pengaruh kebudayaan Hindu memunculkan berbagai bentuk seni tari maupun seni drama tradisional yang masih lestari hingga kini, antara lain wayang orang ataupun wayang kulit yang mengambil cerita dari kisah Mahabharata dan Ramayana; drama tari topeng yang mengambil kisah cerita panji; tari topeng panji, tari topeng rumyang dan tari topeng tumenggungan dari Cirebon; tari klono topeng dan tari gunung sari, di Jawa Tengah. b. Perkembangan seni pada masa kebudayaan Islam Kedatangan pedagang-pedagang dari Parsi dan Gujarat ke Indonesia pada abad ke-13 merupakan tonggak sejarah masuknya ajaran agama Islam ke Indonesia. Masuknya ajaran Islam ke Indonesia telah berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia. 1 Perkembangan Seni Rupa Pengaruh kebudayaan Islam yang menonjol adalah tulisan kaligrafi, seni baca al-Qur’an, dan kesenian musik rebana/khazidahan. Pengaruh kebudayaan Islam terhadap perkembangan seni rupa Indonesia tidak terbatas pada lukisan kaligrafi melainkan juga pada seni bangunan arsitektur. Seni bangunan yang merupakan bentuk peninggalan kebudayaan Islam adalah bangunan masjid. Seni arsitektur masjid di Indonesia pada umumnya tidak sepenuhnya menggunakan unsur kebudayaan Islam melainkan masih dipadukan dengan unsur-unsur etnis yang mewakili kebudayaan pra-Islam. Hal itu tampak jelas pada bangunan masjid kuno yang ada di Indonesia. Bangunan masjid Agung di keraton Surakarta, misalnya tetap mempertahankan unsur kebudayaan Jawa dalam bentuk atap limasan dan hiasan ukiran yang mengingatkan kita pada kebudayaan Hindu. 2 Perkembangan Seni Sastra Perkembangan bidang seni sastra pada masa awal penyebaran agama Islam di Indonesia sebagai berikut. Pada abad ke-17, agama Islam telah berkembang di Sulawesi Selatan, sehingga kesusastraan Bugis dan Makassar ditulis dalam huruf Arab yang disebut aksara Serang. Pada masa Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin Sultan Agung 1613 – 1645 pengaruh kesusasteraan Islam terhadap kebudayaan Jawa tampak dalam bentuk perhitungan kalender yang dikenal sebagai “tahun Jawa”. Sistem kalender tersebut dihitung menurut peredaran bulan tarikh komariah sesuai dengan perhitungan kalender Islam. Perkembangan sastra pada masa awal penyebaran agama Islam di daerah Melayu kawasan Sumatra dan sekitarnya muncul sastra saduran yang bersumber pada karya-karya sastra Persia serta karya-karya sastra Jawa. Karya-karya sastra yang diterbitkan di daerah Melayu ditulis dalam huruf Arab, sedangkan karya sastra saduran yang diterbitkan di Jawa ditulis dengan huruf Jawa dan huruf Arab. Karya-karya sastra saduran dari Persia berkaitan dengan cerita mengenai Bayan Budiman, Amir Hamzah, dan Cerita Seribu Satu Malam. Beberapa karya sastra saduran pada masa itu, antara lain • Hikayat Bayan Budiman, • Hikayat Ghulam, • Hikayat Azbak, • Hikayat Zadabaktin, • Hikayat Amir Hamzah, dan • Hikayat Bakhtiar. Karya sastra saduran yang berlatar belakang sejarah kepahlawanan, antara lain • Hikayat Raja-Raja Pasai, • Hikayat Hang Tuah, • Sejarah Melayu, dan • Hikayat Silsilah Perak. Beberapa karya sastra saduran yang bersumber dari karya sastra kuno Jawa, antara lain • Hikayat Sri Rama, • Hikayat Perang Pandawa Jaya, dan • Hikayat Pandawa Lima. 4. Salah satu jenis sastra yang berkembang pesat pada masa awal pernyiaran agama Islam di Indonesia adalah jenis sastra yang disebut suluk. Istilah suluk berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan. Suluk merupakan jenis sastra mistik Islam atau tasawuf, sedangkan makna suluk merupakan jalan atau proses untuk mendekatkan diri dalam menemukan hakikat Ilahi. Karya-karya sastra suluk, antara lain • Suluk Sukarsa, • Suluk Malang Sumirang, • Syair Perahu, • Suluk Wijil, dan • Syair Si Burung Pingai, karya Hamzah Fansuri. 5. Karya-karya sastra saduran jenis suluk yang berkembang di Jawa, antara lain • Serat Rengganis, • Serat Menak, merupakan saduran Hikayat Amir Hamzah, • Serat Kanda, dan • Serat Ambiya. 3 Perkembangan Seni Pertunjukan Seni pertunjukan khususnya di Jawa berkembang seiring dengan kegiatan dakwah oleh Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga, salah satu dari Walisanga dan tokoh penyebar agama Islam di Pulau Jawa, menggunakan media wayang kulit sebagai media dakwah. Seni pertunjukan wayang kulit yang sampai kini tetap digemari oleh masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah dan DIJ sesungguhnya merupakan hasil penyempurnaan yang dilakukan oleh Walisanga pada masa kerajaan Islam di Demak abad ke-17. Dari wayang kulit inilah berkembang muncul berbagai jenis wayang, antara lain wayang golek dan wayang tengul. Wayang golek dan wayang tengul merupakan jenis boneka kayu yang mengambil karakter tokoh dari wayang kulit, wayang krucil, dan wayang gedog. Perkembangan agama Islam yang kian pesat di Indonesia telah memengaruhi terhadap pola kebudayaan masyarakat, misalnya seni berpakaian. Dalam seni berpakaian, pengaruh kebudayaan Islam tampak dalam bentuk model baju koko pada kemeja laki-laki dan aneka corak peci yang mendapat pengaruh dari kebudayaan Timur Tengah. c. Perkembangan seni pada masa penjajahan Pada masa pemerintah kolonial Belanda berkuasa di Indonesia segala seuatu yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah Belanda. Demikian halnya dengan perkembangan seni, pemerintah kolonial Belanda memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mewujudkan apresiasi seni sepanjang menguntungkan bagi kelangsungan kekuasaan penjajah. 1 Perkembangan seni rupa pada masa penjajahan Pada masa penjajahan Belanda perkembangan seni rupa, khususnya seni lukis memperoleh angin segar. Pada masa VOC, pemerintahan Heeren XVII mengeluarkan peraturan yang sangat menguntungkan bagi perkembangan seni lukis di Indonesia. Isi peraturan tersebut, yaitu setiap kapal yang melakukan ekspedisi pelayaran ke Indonesia harus menyertakan pelukis-pelukis atau juru gambar teekenaars. Di samping memenuhi keinginan VOC, para juru gambar itu pun menggunakan kesempatan berkunjung ke Indonesia untuk mengembangkan kreativitasnya dalam melukis. Di antara karya lukisan terkenal yang dihasilkan pada saat itu, antara lain “Iringan Pengawal Seorang Pangeran Banten” yang dibuat pada tahun 1596. “Delegasi Diplomatik Pembawa Surat untuk Sultan Ageng Tirtayasa” yang dibuat pada tahun 1673. Lukisan-lukisan tersebut sampai sekarang masih tersimpan dengan baik di museum Belanda. Menjelang pecah Perang Dunia II, beberapa pelukis Belanda datang ke Indonesia, antara lain Wolter Spies, Rudolf Bonnet, dan Niewenkamp. Kedatangan mereka sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni lukis Indonesia terutama dalam hal gaya-gaya lukisan yang dianut pelukis Eropa tersebut, misalnya aliran Kubisme, Ekspresionisme, Surialisme atau Simbolisme. Adapun pelukis-pelukis terkenal dari Indonesia pada masa penjajahan Belanda, antara lain Affandi, R. Saleh, dan Basuki Abdullah. Terbukanya peluang bagi seniman lukis untuk berkarya pada masa VOC berkuasa, memunculkan semangat para seniman lukis muda untuk membentuk perkumpulan yang menampung kegiatan melukis. Pada tahun 1935 di Bandung muncul kelompok pelukis yang dipimpin Affandi dengan nama “Kelompok Lima” dengan beranggotakan Hendra Gunawan, Wahdi, Soedarso dan Barli. Secara otodidak tanpa guru mereka belajar melukis bersama dengan praktik menggambar langsung tanpa berbekal pengetahuan tentang anatomi maupun teknik melukis. Dengan berbekal kemampuan bakat alam, mereka berlima mempraktikkan melukis berbagai objek tanpa target tertentu. Mereka banyak melukis spanduk, membuat poster atau iklan bioskop, dan membuat reproduksi foto-foto. Hasil lukisan mereka sangat banyak peminatnya meskipun dengan otodidak. Hal itu menjadi awal perkembangan seni lukis modern di Indonesia. Pada tahun 1937 di Jakarta terbentuk kelompok pelukis yang diberi nama Peragi Persatuan Ahli gambar Indonesia dengan beranggotakan Otto Djaja, Agus Dhaha, Soedjojono, Mochtar Aoin, dan Emiria Sunarsa. Perkumpulan tersebut tetap dipertahankan keberadaannya sampai Jepang masuk dan menguasai Indonesia. Bahkan pemerintah kolonial Jepang memanfaatkan perkumpulan tersebut sebagai alat propagandanya. Hal itu menjadikan pangkal tolak kebangkitan para seniman khususnya pelukis Indonesia dalam hal berekspresi. Untuk menarik simpatik kalangan seniman Indonesia, pemerintah Jepang mendirikan Pusat Kebudayaan lengkap dengan sarana untuk mengembangkan seni lukis. Pada masa itu, kegiatan belajar melukis berlangsung dengan baik. Di pusat kebudayaan tersebut dibentuk tiga kelompok latihan melukis. Masing-masing kelompok latihan tersebut dipimpin oleh Basuki Abdullah, Soebanto Soerjo Soebandrio, dan S. Soedjojono. Melalui organisasi Peragi inilah seni rupa Indonesia mengalami perkembangan. Pada masa revolusi banyak pelukis Jakarta yang pindah ke Jogjakarta dan mendirikan sanggar-sanggar seni lukis di sana, antara lain Affandi. Pada awal kedatangan di Jogjakarta Affandi mendirikan perkumpulan “Seniman Masyarakat” kemudian berganti nama menjadi “Seniman Indonesia Muda”, dengan beranggotakan Dullah, Harjadi, S. Soedjojono, dan Abdul Salam. Pada waktu berikutnya Affandi bersama Hendra Gunawan mendirikan sanggar “Pelukis Rakyat” dengan anggota Trubus Soedarsono, Soediardjo, Koesnadi, Setjojoso, dan Soedarso. Selanjutnya pada tahun 1947, para seniman muda, seperti Juski Hakim, Sasongko, Abas Alibasjah, Chairul Bachri, Djono Trisno, Nasir Bondan, Ali Marsaban, Edhi Soenarso dan Sutopo serta beberapa seniman muda lainnya bergabung mendirikan sanggar lukis dengan tujuan memberikan kesempatan kepada seniman-seniman muda untuk mengembangkan bakatnya. Pada waktu itu tema-tema yang diangkat dalam lukisannya berkaitan dengan semangat perjuangan serta bentuk-bentuk kebebasan berekspresi tanpa terikat pada kaidah-kaidah tertentu. Setelah era revolusi, perkembangan seni lukis di Indonesia makin menunjukkan jati dirinya sebagai bagian yang memiliki peran besar dalam membentuk kebudayaan nasional. Sekitar tahun 1970-an dunia seni lukis Indonesia mengalami masa “boom lukisan” dan mampu mengantarkan para seniman lukis Indonesia pada pintu ujian citra berkesenian mereka. Mereka dituntut untuk mampu memenuhi permintaan pasar sekaligus menguji kreativitas para seniman lukis dalam mempertahankan mutu karyanya. Pada masa itu pula sejarah seni lukis Indonesia mencatat lahirnya sang maestro di dunia lukis Indonesia, yaitu Affandi dan Basuki Abdullah. Dengan gaya lukisannya mampu menempatkan diri pada posisinya sebagai seniman lukis yang profesional. 2 Perkembangan seni bangunan pada masa penjajahan Pengaruh kebudayaan Eropa pada masa penjajahan terhadap kebudayaan Indonesia tidak terbatas pada seni lukis saja, pada bidang seni bangunan arsitektur banyak peninggalan seni bangunan bergaya Eropa bertebaran di Indonesia. Misalnya bangunan benteng, istana, rumah tempat kediaman orang-orang Belanda ataupun Portugis, dan bangunan gereja. Beberapa bangunan peninggalan masa kolonial tersebut kini banyak yang masih berfungsi sebagaimana asalnya, dan sebagian justru menjadi objek wisata budaya, misal Benteng Vredeburg, Vesting, Vestenburg, dan Verstrerking. Pembangunan benteng-benteng tersebut semula diawali dengan pembangunan gudang-gudang pakhuizen tempat menyimpan barang-barang dagangan, yang kemudian berkembang menjadi tempat untuk melindungi diri dari serangan pihak penguasa saat itu. Banyaknya bangunan bergaya Eropa sebagai peninggalan masa penjajahan Belanda di Indonesia merupakan hasil karya para arsitek Belanda. Arsitek Belanda yang merancang bergaya Eropa, antara lain Herman Thomas Karsten, banyak membuat rancang bangun bergaya Eropa dipadukan dengan gaya tradisional. Salah satu hasil karyanya adalah bangunan Pasar Johar di Semarang dan bangunan Museum Sonobudoyo – Jogjakarta; W. Lemei, berhasil merancang bangunan kantor gubernuran di Surabaya yang terkenal dan megah; Henri Mclaine Pont, memiliki keunggulan memadukan arsitektur Eropa dengan arsitektur tradisional. Ia banyak menghasilkan bangunanbangunan gereja di Jawa, kompleks Gereja Katolik Poh Sarang, Kediri, membangun kompleks permukiman di wilayah Darmo; Surabaya dan merekonstruksi kota kuno Majapahit; C. Citroen, berhasil merancang bangunan gedung “randhuis” atau kantor Balai Kota di Surabaya pada tahun 1927, beberapa bangunan rumah kediaman yang tergolong perumahan elite, serta bangunan gereja; CP Wolf Schoemaker, guru Bung Karno dalam ilmu Teknik. Salah satu karya monumentalnya adalah bangunan Villa Isola yang berada di Jalan Lembang Bandung. Semula digunakan sebagai bangunan tempat tinggal, kemudian menjadi bangunan Hotel Homann dan gedung “Societeit Concordia” di Bandung. Pengaruh seni bangunan model Eropa tetap menjadi bagian dari model arsitektur perumahan di Indonesia hingga kini. Di era tahun 1990-an, seni bangunan Indonesia marak kembali dengan model bangunan ala Spanyol. Bangunan tempat tinggal, dibuat dengan pilar-pilar penyangga di bagian depan. Beberapa bangunan real estate di kota-kota besar banyak menawarkan model perumahan dengan gaya Eropa yang berkesan megah dan modern. 3 Perkembangan seni kerajinan pada masa penjajahan Pada masa pemerintahan kolonial Belanda bidang seni kriya atau kerajinan, memperoleh kesempatan untuk berkembang. Pada waktu pemerintah Hindia Belanda mengalami kesulitan dalam hal penyediaan alat perlengkapan bagi tentaranya karena adanya konflik dengan Inggris, maka Gubernur Jenderal Daendels yang berkuasa di Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan. Kebijakan tersebut mengenai perlunya pengembangan kerajinan rakyat di bidang pengadaan pakaian, topi, sabuk, sepatu, pakaian berkuda, dan tempat peluru. Pengembangan kerajinan rakyat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tentara Belanda. Demikian pula pada tahun 1811, saat Raffles berkuasa, ia membuka kesempatan berbagai jenis kerajinan rakyat, antara lain pengecoran logam, seni ukir, dan batik untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Pada awal tahun 1888, pemerintah Hindia Belanda memulai langkah-langkah pembinaan terhadap kerajinan rakyat melalui lembaga swasta perhimpunan Hindia Belanda. Salah satunya pembinaan kerajinan dan pertanian yang dipimpin oleh Van Der Kemp dengan memberikan penyuluhan dan bantuan modal serta peralatan. Pada tahun 1909 pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah-sekolah pertukangan di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Pemerintah Hindia Belanda juga sekolah Kerajinan ukir tanduk, anyaman, dan keramik di Ngawi, Jawa Timur. 4 Perkembangan seni sastra pada masa penjajahan Perkembangan seni sastra pada masa penjajahan di Indonesia berawal saat pemerintah Hindia Belanda mengizinkan pendirian sekolah-sekolah dan mengizinkan penduduk pribumi meski hanya kalangan terbatas untuk mengenyam pendidikan meski terbatas pada tingkat tertentu saja. Kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda dalam menjalankan politik etis, khususnya dalam bidang pendidikan telah membuka kesadaran masyarakat dalam bidang membaca dan menulis. Hal itu ditandai dengan munculnya berbagai terbitan surat kabar berbahasa Melayu yang ada di Jakarta maupun kotakota besar lainnya. Surat kabar berbahasa Melayu, antara lain surat kabar Bintang Timoer, terbit di Surabaya, tahun 1862; surat kabar Pelita Ketjil, terbit di Padang, tahun 1882; surat kabar Bianglala di Jakarta dan surat kabar Medan Prijaji di Bandung yang terbit pada tahun 1867. Melalui surat kabar inilah para cerdik cendekiawan pribumi menuangkan berbagai gagasan buah pikirannya. Beberapa cerita bersambung maupun cerita roman, baik yang ditulis dalam bahasa Melayu maupun bahasa Belanda terbit menghiasi surat kabar tersebut. Beberapa karya sastra dalam bentuk cerita bersambung atau roman pada waktu itu, antara lain Hikayat Siti Mariah, karangan H. Mukti, merupakan cerita bersambung yang melukiskan kehidupan sehari-hari; Boesono dan Nyai Permana, karangan Raden Mas Tirto Adhisuryo, merupakan cerita roman; beberapa karangan mas Marco Martodikromo, berjudul Mata Gelap 1914, Studen Hidjo 1919, Syair Rempah-Rempah 1919, dan Rasa Merdeka 1924. Karangan mas Marco Martodikromo ini oleh pemerintah Hindia Belanda dikategorikan sebagai “bacaan liar”, karena berisi hasutanhasutan untuk memberontak; Edward Douwes Dekker, seorang pengarang bangsa Belanda yang menggunakan nama samaran Multatuli menerbitkan karya sastranya yang berjudul “Max Havelaar”. Buku tersebut menggambarkan penderitaan masyarakat pribumi di bawah kekuasaan pemerintahan penjajah Belanda. Tulisan tersebut dibuat berdasarkan pengalamannya saat bertugas di Indonesia, sebagai asisten residen Lebak, Banten tahun 1856; Pada tahun 1908 pemerintah Hindia Belanda mendirikan “commissie voor de Inlandsche school de volkslectuur” atau Komisi Bacaan Rakyat atau Balai Pustaka yang bertugas memeriksa dan mencetak naskah-naskah cerita rakyat yang ditulis dalam bahasa daerah. Perkembangan berikutnya komisi tersebut juga menerbitkan kisah kepahlawanan orang-orang Belanda dan cerita-cerita kuno Eropa; Pada tahun 1914, Balai Pustaka menerbitkan roman pertama dalam bahasa Sunda berjudul “Beruang ka nu Ngarora” artinya Racun Bagi Kaum Muda pengarangnya Ardiwinata; Pada tahun 1918, Balai Pustaka menerbitkan karya saduran Merari Siregar yang berjudul cerita Si Jamin dan si Johan, disadur dari karya J. Van Maurik. Selain itu Merari Siregar juga mengarang buku roman “Azab dan Sengsara”, merupakan roman pertama berbahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1920. Roman tersebut mengkritisi adat kawin paksa yang berlangsung pada masa itu; Pada tahun-tahun berikutnya muncul beberapa roman yang menyoroti tema kawin paksa, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, antara lain Siti Nurbaya, karangan Marah Rusli 1922; Muda Teruna, karangan Muhammad Kasim 1922; Karam Dalam Gelombang Percintaan, karya Kedjora 1926; Pertemuan, karya Abas Sutan Pamuntjak 1928; Tjinta Membawa Maut, karya Abdul Ager dan Nursiah Iskandar 1926; Darah Muda, karya Adi Negoro 1927; Asmara Djaja, karya Adi Negoro 1928; Salah Asuhan, karya Abdul Muis 1928. 5 Perkembangan seni pertunjukan pada Masa Penjajahan Pada masa penjajahan Belanda perkembangan seni pertunjukan, khususnya seni drama modern diawali dengan adanya kelompok teater keliling “Teater Bangsawan” pada tahun 1870 yang berasal dari Penang, Malaysia. Saat mengadakan pentas di Jakarta rombongan tersebut bubar dan semua peralatannya dibeli oleh Jaafar yang kemudian membentuk rombongan baru yang dinamainya” Stamboel “. Di Deli, Sumatra utara telah berdiri teater Indera Ratoe Opera. Beberapa perkumpulan seni pertunjukan yang muncul di era penjajahan Belanda, antara lain di Surabaya muncul perkumpulan teater bernama Komedi Stamboel yang didirikan oleh August Mehieu, seorang peranakan indo – Perancis, dan didukung dana oleh Yap Goam Tay dan Cassim, bekas pemain teater Indera Bangsawan; di lingkungan masyarakat keturunan Cina pada tahun 1908 mendirikan “Opera Derma” atau “Tjoe Tee Hie”, kemudian tahun 1911 muncul perkumpulan teater “Tjia Im”, “Kim Ban Lian”, Tjin Ban Lian” yang kemudian muncul kelompok teater paling terkenal adalah “Orion” atau “Miss Riboet’s Orion” dengan bintang panggungnya yang bernama Miss Riboet; di Surabaya pada tanggal 21 Juni 1926, Willy Klimanoff, seorang Rusia kelahiran Surabaya mendirikan rombongan sandiwara keliling “Dardanella” yang sangat terkenal. Teater tersebut didukung bintang panggung Tan Tjeng Bok kemudian menjadi bintang film terkenal dan berhasil mengadakan pertunjukan keliling ke Cina, Burma, dan Eropa, kemudian bubar; Perdro dan Dja, bekas anggota Dardanella mendirikan kelompok “Bolero”; Fifi Young dan Nyoo Cheong, juga bekas anggota Dardanella mendirikan rombongan baru yang dinamainya “Fifi Young’s Pagoda” pada tahun 1936; pada masa penjajahan Jepang, tahun 1942 muncul teater Bintang Surabaya yang dipimpin oleh Fred Young dengan anggota para bekas bintang-bintang Dardanella, yakni Tan Tjeng Bok, Astaman, Dahlia, Ali Yogo, dan Fifi Young; pada tahun 1943, bermunculan rombonganrombongan teater, seperti Dewi Mada pimpinan Ferry Kok dan isterinya Dewi Mada, teater Warna Sari pimpinan Dasaad Muchsin, dan teater Irama Masa pimpinan Ali Yogo. Semua teater tersebut menggunakan bahasa Indonesia; Berikutnya muncul teater-teater baru yang menggunakan bahasa daerah, antara lain Teater Miss Tjitjih pimpinan Abubakar Bafakih yang menggunakan bahasa Sunda, Sandiwara Wargo pimpinan Suripto menggunakan bahasa Jawa, dan seorang tokoh teater bernama Tio Jr membentuk teater Miss Riboet di Solo.

Diunduh dari : Belajar Seni Rupa untuk SMP-MTs Kelas IX 162 - Seni rupa Indonesia terbentuk melalui proses yang diawali dari periode prasejarah primitif, zaman Hindu-Buddha klasik, zaman Islam, hingga zaman modern masa kini. - Seni rupa zaman prasejarah dibagi menjadi seni rupa zaman batu dan seni rupa zaman logam.

Sejarah seni rupa Indonesia adalah salah satu kisah yang membanggakan sekaligus menghanyutkan. Bagaimana tidak, salah satu peradaban tua yang maju ini berkali-kali di interfrensi keberadaannya oleh budaya asing. Namun masyarakat Nusantara juga mengandalkan penyerapan dan akulturasi dari budaya luar untuk bisa berkembang dengan cepat. Sehingga sejarah kita mengalami ekuilibrium budaya yang akhirnya membuncah setelah kedatangan Islam dan kolonialisme Eropa. Pengertian Sejarah dan Fungsinya Sebelum membahas sejarah seni rupa Indonesia, sebaiknya kita memosisikan diri terlebih dahulu terhadap salah satu definisi sejarah yang ajeg. Mengapa? karena kesalahpahaman terhadap pemahaman sejarah sendiri dapat membuat kita tidak mampu benar-benar menyerap pembelajaran di dalamnya. Meskipun selalu diusahakan sebagai suatu fakta ilmiah, sejarah tidak selamanya benar. Sejarah tetap memiliki kekurangan dari ilmu non eksak lainnya, yakni tidak dapat benar-benar mencapai suatu hukum pasti seperti hukum newton yang dapat memvalidasi kebenaran suatu hal dalam berbagai waktu dan konteks. Mungkin salah satu idiom yang paling terkenal mengenai sejarah adalah “sejarah ditulis oleh pihak yang menang”. Ya, karena itulah kini sejarah merupakan suatu upaya untuk mencari kebenaran peristiwa yang terjadi dengan membandingkan berbagai sumber dan bahkan versi sejarah lalu mengambil kesimpulan terbaik dari apa yang sesungguhnya terjadi. Sejarah adalah pengetahuan mengenai peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau dalam kurun waktu tertentu. Kejadian sejarah tersebut dapat diamati melalui bukti-bukti tertulis, dokumentasi dialog maupun saksi bisu seperti artefak. Selain itu, peristiwa sejarah juga dapat mencatat berbagai konteks lain yang lebih luas seperti budaya suatu masyarakat dalam disiplin ilmu turunannya; antropologi. Dalam perkembangannya, sejarah kini banyak menggunakan disiplin Ilmu Bandingan untuk memastikan akurasi sumber yang diperoleh. Ilmu bandingan ini disebut sangat efektif dan efisien untuk memastikan kebenaran suatu hal hingga disiplin ilmu lainnya seperti seni dan sastra kini banyak menggunakannya pula karena terpengaruhi oleh ilmu sejarah. Mengapa harus menggunakan bandingan? karena seperti pada kebiasaan peradaban manusia umumnya, dokumentasi sumber sejarah biasanya ditulis oleh pihak yang unggul di masanya. Sehingga sumber sejarah menjadi tidak objektif dan berpihak terhadap yang unggul atau menang. Membandingkan antar sumber menjadi hal yang krusial untuk mendapatkan kebenaran yang sejati. Jadi apa itu Sejarah Seni Rupa? Dapat disimpulkan bahwa sejarah seni rupa adalah berbagai upaya pencarian dan pengetahuan mengenai peristiwa, artefak, hingga kebudayaan seni rupa yang terjadi dan berkembang di masa lalu dalam kurun waktu tertentu. Sementara itu, pengertian seni rupa sendiri dapat dilihat disini. Fungsi dan Manfaat Sejarah Berbagai peristiwa yang telah terjadi di masa lampau adalah kenyataan yang tidak dapat diubah. Dengan demikian, peristiwa yang telah terjadi tersebut merupakan salah satu bagian dari kenyataan yang sedang kita hadapi sekarang. Sementara itu peristiwa yang terjadi pada waktu yang akan datang merupakan kenyataan yang dapat direncanakan dari sekarang. Masa lampau, masa sekarang, dan masa depan merupakan rangkaian berkaitan yang erat satu sama lain. Keterkaitan rangkaian itulah yang mendorong manusia untuk mempelajari sejarah. Kita dapat menggunakan sejarah sebagai salah satu referensi untuk membentuk rencana menghadapi masa depan. Artinya, mempelajari sejarah juga merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan di masa kini pula. Pembagian Periodisasi Sejarah Seni Rupa Indonesia Masyarakat nusantara tidak memiliki tradisi pencatatan sejarah yang amat kuat. Apalagi catatan teks historis mengenai sejarah seni rupa. Bahkan sebagian besar sumber teks sejarah Indonesia harus digali dari dokumentasi pemerintahan kolonial Belanda. Karena alasan itu pula, artefak-artefak sejarah seni rupa Indonesia sendiri merupakan material yang sangat penting sebagai sumber sejarah. Para arkeolog memegang peranan sangat penting untuk menguak sejarah seni rupa Indonesia. Selain itu, para antropolog peneliti kebudayaan juga menjadi sumber utama dalam pengetahuan sejarah seni rupa Indonesia. Maka dari itu, salah satu hal yang dilakukan sebelum membahas sejarah seni rupa Indonesia adalah menentukan jenis periodisasi yang ingin dibahas. Apakah kita akan membahas sejarah Indonesia berdasarkan pertumbuhannya atau kita akan melihat periodisasi berdasarkan ciri peninggalannya kacamata arkeologi? Intinya, kita dapat menyusun linimasa perkembangan seni rupa Indonesia berdasarkan pertumbuhan, atau ciri peninggalannya seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Periodisasi Sejarah Seni Rupa Indonesia berdasarkan Pertumbuhannya Berdasarkan pertumbuhan atau perkembangan zamannya, periodisasi sejarah seni rupa indonesia dapat dibagi menjadi beberapa zaman berikut ini. Zaman prasejarah Sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-5 Masehi. Zaman ini dapat dibagi menjadi beberapa Zaman yaitu zaman batu tua Paleolitikum, zaman batu tengah Mesolitikum, dan zaman batu muda Neolitikum. Zaman logam Meliputi zaman perunggu; dan zaman besi. Zaman tembaga tidak ditemukan di Asia, termasuk di Indonesia. Zaman purba sejak datangnya pengaruh India, yakni pada abad-abad pertama tarikh Masehi sampai lenyapnya kerajaan Majapahit sekitar 1500 M. Zaman madya Sejak datangnya pengaruh Islam di Indonesia, yakni menjelang akhir zaman Majapahit sampai akhir abad ke-19. Zaman baru Sejak masuknya anasir-anasir Barat dan teknologi modern Indonesia, yakni kira-kira tahun 1900 Masehi sampai saat ini. Periodisasi Sejarah Seni Rupa Indonesia Berdasarkan Ciri Peninggalannya Sementara itu, berdasarkan peninggalan artefaknya, periodisasi sejarah seni rupa Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodisasi di bawah ini. Seni rupa Prasejarah Seni rupa Hindu-Budha Seni rupa Islam Seni rupa modern Dari perbedaan kedua periodisasi di atas dapat dilihat dengan jelas bagaimana beberapa istilah sejarah dalam sejarah seni rupa akan saling berkaitan atau berkontradiksi satu sama lain antara periodisasi berdasarkan peninggalan dan pertumbuhan zaman. Di sini akan dibahas sejarah seni rupa Indonesia berdasarkan urutan ciri peninggalannya, namun tidak akan mengabaikan konteks zaman-nya juga. Sejarah Seni Rupa Indonesia Sebelumnya, Eropa dianggap sebagai pelopor seni rupa karena ditemukannya berbagai benda seni kuno di sana. Namun kemudian pernyataan tersebut diragukan, karena beberapa temuan benda dan karya seni yang lebih tua di benua Afrika dan Asia Tenggara. Salah satu temuan karya tertua itu adalah lukisan di gua Sulawesi yang berada di Indonesia. Hingga saat ini diperkirakan lukisan gua tersebut adalah lukisan tertua di dunia. Penjelasan tersebut sejalan dengan apa yang akan kita bahas pertama disini, yaitu Seni Rupa Prasejarah. Sejarah Seni Rupa Prasejarah Pembagian seni rupa prasejarah di Indonesia dibedakan atas dua periode, yaitu zaman batu dan zaman perunggu. Pembabakan tersebut didasarkan atas kemampuan teknik dan teknologi masyarakat prasejarah tersebut. Terutama dalam menciptakan alat-alat yang diperlukan dalam mendukung kelangsungan hidupnya. Hal ini ditunjukkan dengan bukti artefak-artefak yang mereka tinggalkan. Zaman batu atau disebut juga zaman Megalitik yang terdiri dari zaman batu tua Paleolitik, zaman batu tengah Mesolitik, dan zaman batu muda Neolitik. Kehidupan Zaman Prasejarah Manusia hidup di masa Prasejarah dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pada masa ini hidup manusia belum terlalu bergantung ke peralatan gawai seperti sekarang. Namun manusia sudah mulai membuat alat-alat yang dapat membantu menjalani kehidupnya di dunia. Tentunya, alat-alat yang dibuat masih sederhana dan menyerupai bentuk bahan mentahnya. Misalnya alat untuk mencari umbi-umbian sebagai bahan makanan atau alat untuk berburu. Alat-alat tersebut dibuat menggunakan batu yang di pecahkan, tulang binatang yang diasah, dsb. Kehidupan manusia pada masa ini juga belum sepenuhnya menetap, mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya tergantung pada situasi dan kondisi setempat atau biasa disebut dengan istilah nomaden. Jika tempat tinggal mereka sudah tidak subur lagi atau buruan di sana habis, maka mereka akan pindah dan mencari tempat tinggal baru. Tempat singgah yang digunakan di masa ini hanyalah sebatas gua atau dataran terbuka yang terbebas dari ancaman binatang buas. Di masa nomaden ini sering terjadi hal yang tidak diinginkan, terutama untuk anak-anak dan wanita. Sering di temukan rangka manusia yang terpisah jauh dari temuan lainnya, yang berarti adalah beberapa korban dalam perjalanan jauh ketika berpindah. Sayangnya manusia prasejarah belum mampu membuat rumah sebagai tempat tinggal tetap yang aman. Sehingga pada umumnya mereka tinggal di gua untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ketika mulai menetap di gua inilah, aktivitas manusia dalam membuat berbagai karya juga mulai bertambah, seiring kebutuhan yang meningkat untuk menciptakan alat-alat pertanian sederhana, ritual, dsb. Pada akhirnya manusia mulai menemukan logam dan mengetahui cara mengolahnya. Bahkan lama-kelamaan logam mulai menggeser kedudukan batu, yang pada akhirnya hanya berfungsi sebagai benda pusaka saja dan kehilangan nilai praktis. Karya Seni Rupa Prasejarah Salah satu peninggalan yang paling kuno dari kesenian Indonesia adalah lukisan pada dinding gua-gua, seperti yang ditemukan di Papua, di Kepulauan Kei dan Seram hingga di Sulawesi Selatan. Lukisan-lukisan tersebut antara lain berupa cap telapak tangan dan telapak kaki, gambar-gambar manusia yang sederhana, gambar-gambar binatang seperti babi hutan, cecak, kadal, kura-kura, kerbau, dan lain sebagainya. Di beberapa gua di Indonesia yang telah disebutkan di atas terdapat bahkan terdapat gambar telapak tangan dengan jari terpotong tidak utuh. Ada pula gambar seekor binatang yang tampak sedang diburu dengan menggunakan tombak. Van Heekeren, seorang arkeolog yang meneliti gua-gua di dekat Maros Sulawesi Selatan menyatakan bahwa lukisan babi hutan tertombak panah maupun ratusan gambar tangan yang terdapat di sana diduga telah ada sejak tahun 2000 sebelum Masehi, bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan Toala. Sedangkan pakar lain seperti Dr. Josef Roder yang melakukan penelitian di daerah Papua menemukan lukisan-lukisan disana telah ada dari sejak 1000 tahun sebelum Masehi. Beberapa diantaranya bahkan baru dibuat 3-4 abad yang lalu. Beberapa peninggalan artefak terpenting dari seni rupa prasejarah Indonesia antara lain adalah sebagai berikut. Kriya batu Kapak genggam Kriya tanah liat / gerabah Mesolitik-Neolitik Contoh karya seni rupa prasejarah indonesia Lukisan dinding gua Mesolitik-Megalitik Lukisan prasejarah di Gua Sulawesi Bangunan megalitik menhir, dolmen, sarkopak. contoh dolmen prasejarah Ragam hias prasejarah yang menyatu dengan benda kriya Peninggalan Seni Rupa Prasejarah di Sulawesi Selatan Salah satu peninggalan tertua di Indonesia bahkan di dunia berada di Sulawesi Selatan, tepatnya di Leang Timpuseng. Hasil penelitian yang dilakukan oleh kerjasama Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Makassar, BPCB Makassar, University of Wollongong dan Universitas Griffith sepanjang tahun 2011-2013 menunjukkan bahwa stensil tangan yang berada di sana berumur tahun. Di sana juga ditemukan lukisan babirusa betina yang usianya tidak kalah tua, yaitu tahun. Contoh seni rupa prasejarah Stensil/Cap tangan di gua sulawesi Tradisi Megalitik Tradisi megalitik muncul setelah adanya tradisi bercocok tanam, atau masa neolitik. Biasanya bangunan megalitik dipergunakan sebagai sarana pemujaan. Pemujaan tersebut didasarkan atas kepercayaan mengenai adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati. Manusia prasejarah mempercayai adanya pengaruh kuat dari roh orang yang telah meninggal terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Oleha karena itu jasa dari seorang kerabat yang telah meninggal seringkali diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar, yang kemudian dianggap sebagai medium penghormatan ritual, tempat bersemayam roh dan sekaligus sebagai lambang si mati Wahyono dkk., 1991, hlm. 29. Bentuk-bentuk bangunan megalitik tersebut berupa menhir, meja batu, dll. Bentuk-bentuk peninggalan monumental megalitik di Indonesia diwarnai oleh batu yang berkaitan dengan pemujaan maupun upacara-upacara penguburan. Walaupun tradisi ini sudah hampir punah, namun beberapa daerah di Indonesia seperti Nias, Toraja, Flores, dan Sumba masih menjalankannya. Contoh Karya seni zaman Perunggu Gelombang perpindahan kedua dari daratan Asia ke Nusantara pada 500 tahun sebelum Masehi membawa serta kebudayaan perunggunya ke tempat tinggal mereka yang baru. Hal ini meninggalkan banyak peninggalan sejarah seni rupa baru di Indonesia. Peninggalan artefaknya antara lain sebagai berikut. Kria Perunggu/Seni Dongson genderang perunggu Kapak perunggu Patung perunggu Ragam hias Prasejarah/Tradisi pada karya perunggu Gong nekara selayar, contoh benda seni perunggu prasejarah Ciri-ciri seni rupa prasejarah Indonesia Untuk mempermudah pemahaman karya seni di zaman ini sebaiknya kita mengetahui ciri-ciri dari objek seni yang ditemukannya. Adapun ciri-ciri tradisi seni hias Indonesia yang bersumber dari seni prasejarah itu sendiri antara lain adalah sebagai berikut. Kecenderungan untuk menggunakan bentuk flora dan fauna yang menimbulkan kesan dekoratif sesuai dengan lingkungannya yang agraris. Menampilkan bentuk-bentuk ornamen geometri meander, swastika, tumpal, pilin, pilin berganda, lingkaran, dan sebagainya. Kecenderungan menampilkan motif-motif hias perlambangan simbolis sesuai dengan pandangan hidup religi yang masih kosmis-magis. Kecenderungan pada penggunaan warna dasar sesuai dengan lingkungan alam dan pandangan kepercayaan. Sumber inspirasi yang banyak dimanfaatkan sebagai objek seni antara lain burung sebagai lambang roh manusia yang telah meninggal. Bagi masyarakat Dayak burung Enggang dianggap sebagi lambang dunia atas. Binatang reptil juga banyak digunakan, seperti buaya, kadal, ular, kura-kura dianggap sebagai lambang dunia bawah. Kemudian, binatang lainnya adalah kuda, kerbau, dan gajah sebagai kendaraan roh orang yang telah meninggal. Kerbau juga dapat disebut sebagai lambang kesuburan, dan penolak bala. Berbagai ciri seni hias prasejarah ini menjadi dasar dari tradisi seni Indonesia yang berpengaruh pada zaman berikutnya, yaitu periode Hindu-Budha atau bisa di sebut zaman klasik. Sejarah Seni Rupa Klasik Hindu-Budha Berdasarkan peninggalan arkeologisnya, zaman klasik di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu Zaman Klasik Tua yang berkembang antara abad ke-8—10 M, dan Zaman Klasik Muda yang berkembang antara abad ke-11—15 M. Kedua zaman itu berkembang di berbagai wilayah nusantara, termasuk Jawa, Sumatera dan Bali, namun bukti arkeologi dalam zaman Klasik Tua banyak didapatkan di wilayah Jawa tengah. Karena itu terkadang beberapa ahli menyebut zaman klasik ini juga dengan Zaman Jawa Tengah. Penyebutan itu sebetulnya kurang tepat. Seperti yang telah dibahas di atas bahwa pembagian zaman harus berdasarkan pada kronologi waktunya, bukan banyak temuannya. Pembagian Zaman Klasik yang didasarkan pada kronologi peninggalan tersebut untuk memperluas cakupan kajian, jadi tidak melulu bicara tentang tinggalan di Jawa bagian tengah atau timur belaka Munandar 1995, hlm. 108. Perkembangan Zaman Seni Rupa Klasik Indonesia Masa Sejarah Paskasejarah, lawan dari Prasejarah di Indonesia dimulai setelah ditemukannya bukti prasasti-prasasti awal bertarikh sekitar abad ke-4 M ditemukan di wilayah Kutai, Kalimantan Timur yang menyebut nama raja Mulawarman dan Jawa bagian barat yang menyebutkan Kerajaan Tarumanagara dengan rajanya Purnnawarmman. Prasasti-prasasti itu menggunakan aksara Pallava dengan bahasa Sansekerta Suleiman, 1974, hlm. 14—15; sedangkan nafas keagamaan yang terkandung dalam prasasti-prasasti tersebut bercorak Veda kuno, masih belum memuja Trimurti. Dalam masa sejarah itulah pengaruh kebudayaan India mulai datang dan berkembang secara eksklusif di beberapa bagian Nusantara. Namun kedepannya pengaruh kebudayaan India awal yang menyebarkan ajaran Veda-Brahmana tersebut tampak kurang diminati lagi oleh masyarakat nusantara. Runtuhnya kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat juga ikut mempengaruhi hal ini. Tidak ada lagi yang meneruskan ritual Veda Kuno yang didominasi oleh kaum Brahmana. Justru muncul kerajaan baru yang bernafaskan Hindu Trimurti di wilayah Jawa Tengah pada abad ke-8 M. Kerajaan itu adalah Mataram Kuno yang membangun Prasasti Canggal pada tahun 732 M. Dalam prasasti itu dinyatakan nama raja yang menitahkan pembangunan prasasti, yaitu Sanjaya. Nafas keagamaan yang cukup kentara dalam prasasti itu adalah Hindu-saiva, karena bait-baitnya banyak memuliakan Siva Mahadeva Poerbatjaraka 1952, hlm. 53—55. Bersamaan dengan masuknya pengaruh Hindu-saiva, datang pula pengaruh agama Buddha dari aliran Mahasanghika Mahayana ke tengah-tengah masyarakat Jawa Kuno. Akhirnya di Jawa bagian tengah antara abad ke-8—10 M berkembang 2 agama besar, yaitu Hindu-saiwa Hindu-saiva dan Buddha Mahayana yang berasal dari India. Dalam perkembangannya banyak dihasilkan berbagai bentuk kesenian, seni yang masih bertahan hingga sekarang adalah bukti-bukti seni rupa yang berupa arca dan relief serta dan karya arsitektur bangunan suci. Karya Seni Rupa Zaman Klasik Hindu-Budha Seperti yang dijelaskan sebelumnya, karya seni rupa zaman klasik Hindu-Budha didominasi oleh arsitektur religi dan ragam hias dindingnya. Ragam hias yang paling umum digunakan adalah padma teratai. Padma dapat melambangkan tahta dewa tertinggi, terbentuknya alam semesta, kelahiran Budha, kebenaran utama, tempat kekuatan hayati dan suci bagi kaum Yogin dan rasa kasih. Bentuk hias lain yang dominan adalah sebagai berikut. Swastika yang melambangkan daya dan keselarasan jagad raya. contoh swastika di pura goa lawah bali. wikipedia. Kalamakara yang terdiri dari Kala yang melambangkan waktu, dan Makara yang berupa makhluk seperti buaya. contoh karya seni rupa klasik indonesia kalamakara, indonesiaasisee. Kinnara, berwujud manusia setengah burung yang merupakan anggota dari kelompok dewa penghuni langit. Pengaruh zaman Hindu-Budha dalam bidang seni rupa sangat kental dalam bidang arsitektur, khususnya arsitektur pada bangunan candi. Candi di Indonesia dibedakan menjadi candi Hindu dan candi Budha. Candi Hindu, Arsitektur candi Hindu Indonesia memiliki gaya yang mirip hingga dengan gaya India Selatan. Misalnya Candi Syiwa Lara Jonggrang di Jawa Tengah. Candi tersebut melukiskan penafsiran masyarakat atau setidaknya perancangnya mengenai keadaan setempat yang terperinci, hingga ke berbagai tempat pemujaan agama Hindu yang menunjukkan ciri Syiwaisme. Peninggalan seni rupa hindu, candi prambanan Candi Budha, Bangunan candi Budha, seperti Candi Borobudur, tidak memiliki gaya yang mirip dengan gaya India. Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat konsentris. Enam tingkat paling bawah dirancang sebuah bidang persegi, sementara empat tingkat di atasnya merupakan stupa utama berbentuk lingkaran. candi borobudur budha. formasimediaindonesia. Seni Hias Pra-Islam Selain kebudayaan dan ragam hias yang dihasilkan dari akulturasi India, masyarakat nusantara juga telah memiliki kebudayaan ragam hias khas yang tidak datang dari India, seperti kain batik. Awal pembuatan batik sudah dimulai sejak zaman prasejarah, kain simbut dari Priangan adalah contoh batik asli yang dibuat dari bahan kanji ketan sebagai penutup kain Yudoseputro, 1986, hlm. 96, Djumena, 1990, hlm. 86-87, Anas, 1997, hlm. 15-16. Sebutan batik yang paling tua terdapat dalam sebuah naskah Sunda yang ditemukan di selatan Cirebon dan bertanggal 1440 Saka/1518 M Lombard, 1996, hlm. 193. Kata batik belum disebut di sana, tetapi yang ada adalah kata tulis yang sejak itu lazim dipakai untuk pembubuhan malam ke atas kain. Selain itu disebut-sebut nama teknis dari sembilan motif, yang beberapa diantaranya terus muncul dari masa ke masa. Istilah batik untuk pertama kali disebut dalam tulisan Eropa di Daghregister di Batavia, tertanggal 8 April 1641. Teknik batik dapat dengan cepat menyebar di Jawa karena tekniknya berasal dari pesisiran dan pelabuhan. Batik masuk ke kerajaan Mataram, kemudian berkembang dan dibudayakan di Cirebon, Pekalongan, Yogya, Solo, dsb. Di ibukota-ibukota Jawa bagian tengah, motif dan warna batik selalu mengikuti kaidah-kaidah yang ketat. Sebaliknya di pesisir batik terus menerus diperbaharui dan mengikuti selera khas dari pengerajinnya. Sejarah Seni Rupa Madya Pengaruh Islam Pengaruh Islam terhadap seni rupa Indonesia terjadi dari hasil perdagangan yang dimulai sejak abad ke-11. Para pedagang dari Gujarat, India, adalah yang diketahui yang paling berpengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia. Mereka membangun permukiman di sepanjang Pantai Timur Sumatra dan Aceh. Selanjutnya pusat-pusat kebudayaan Islam dibangun secara bertahap di Demak dan Jepara. Islam memberikan pengaruh kebudayaan yang besar terhadap seni rupa nusantara. Salah satu pengaruh terbesarnya adalah pandangan retrospektif terhadap kebudayaan-kebudayaan nusantara sebelum dipengaruhi oleh Zaman Klasik hingga ke Prasejarah. Motif-motif binatang dan yang berhubungan dengan kepercayaan manusia perlahan berkurang. Hal ini disebabkan oleh usaha para pemeluk Islam untuk menyebarkan agamanya di Indonesia dihadapkan dengan permasalahan budaya masyarakat nusantara dari kepercayaan sebelumnya masih kentara. Ragam hias nusantara digantikan oleh pola hias bentuk-bentuk alam. Beberapa pengaruh terbesar Islam pada seni rupa Indonesia adalah sebagai berikut. Pola hias bentuk-bentuk alam Pada zaman madya kegemaran menggunakan motif hias yang bersumber pada ragam hias geometris dan ragam hias tumbuhan hadir kembali di masyarakat nusantara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebetulnya ragam hias geometri dan alam sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Namun, pada zaman Islam semacam di revive atau dikampanyekan ulang menggunakan pendekatan retrospektif terhadap budaya yang dianggap lebih Islami daripada kepercayaan-kepercayaan masyarakat nusantara sebelumnya. Motif ini selalu muncul kembali dalam perkembangan seni dekoratif Indonesia dengan pola dan susunan yang baru. Pada masa Islam motif-motif hias geometri ini terus berkembang, sebagai bentuk penerus tradisi seni hias zaman Hindu-Budha maupun sebagai hasil pengembangannya. Hal tersebut tampak jelas pada ornamen batik yang berkembang pesat pada masa Islam. Adanya ragam hias motif tumbuhan yang sudah lama dikenal di Indonesia sangat mudah dipahami, karena lingkungan alam Indonesia yang kaya dengan tumbuhan selalu menjadi sumber daya cipta para seniman untuk berkarya. Sesuai dengan kosmologi bangsa Indonesia, maka jenis tumbuhan yang hadir sebagai hiasan memiliki arti perlambangan. Pada masa Hindu-Budha arti perlambangan ini disesuaikan dengan ikonografi dalam kesenian Hindu dan Budha. Pada masa Islam nilai-nilai perlambangan tersebut tetap dipelihara dan dikembangkan terus dalam menentukan desain ornamental melalui pandangan yang baru. Pahatan Makam Batu nisan gaya Gujarat ditemukan di Samudera Pasai Aceh Utara dan Gresik. Pahatan yang digunakan berbeda dengan pahatan yang biasa ditemukan di nusantara sebelumnya. Sama seperti pola hias yang kembali banyak menggunakan bentuk-bentuk alam. Terkadang kaligrafi Islam juga digunakan. Arsitektur gaya Islam Indonesia Arsitektur masjid Indonesia berbeda dengan yang ditemukan di negara Islam lainnya. Masjid lama dibangun dengan mengikuti prinsip dasar bangunan kayu, dan disertai dengan pembangunan pendapa di bagian depan. Akulturasi budaya nusantara dan islam tampak jelas disini. Selain itu juga biasanya masjid di Indonesia memiliki atap tumpang yang memberikan ventilasi, dan disangga oleh deretan tiang kayu. Masjid-masjid tersebut terdapat di Cirebon, Banten, Demak, dan Kudus. Bagian dalamnya dihiasi berbagai pola hias bentuk-bentuk alam seperti bunga, dedaunan, pola geometris dan kaligrafi. masjid wapaue, salah satu masjid tertua di Indonesia Kaligrafi Kaligrafi nusantara sangat dipengaruhi oleh Islam, khususnya kaligrafi Arab. Berbagai benda yang biasa digunakan untuk upacara adat di Indonesia di masa ini juga sering dihiasi oleh kaligrafi. Berbagai senjata seperti belati, tombak, dan pedang juga sering dihiasi kaligrafi. Istana juga kini dihiasi oleh kaligrafi. Wayang juga sering dihiasi oleh kaligrafi untuk menyamarkan bentuk manusianya. Arab gundul juga sempat menjadi aksara yang cukup dominan digunakan sebagai tulisan sehari-hari masyarakat nusantara. Batik Islam Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, batik sebetulnya telah ditemukan dari masa prasejarah. Namun pada Seni Rupa Madya inilah perkembangannya mulai melaju pesat. Karena berkembang pada masa ini pula, batik juga ikut dipengaruhi oleh budaya islam. Ragam hias ilmu ukur yang sering dijumpai pada atik seperti tumpal, banji, meander, swastika dan motif pilin mulai ditinggalkan. Digantikan oleh motif flora seperti bunga, bentuk buah, dan dedaunan. Sejarah Seni Rupa Modern Indonesia Pada masa ini, Indonesia masih terbentuk sebagai koloni Belanda dan masih bernama Hindia-Belanda. Perjalanan seni rupa modern Indonesia terbata-bata di bawah penjajahan VOC. Meskipun begitu program kolonialisasi Belanda berhasil mencetak setidaknya satu orang yang diketahui merintis seni rupa di negeri ini. Periode itu kemudian menstimulus periode seni rupa modern lainnya. Periode-periode seni rupa modern tersebut adalah sebagai berikut. Periode Perintis 1826-1880 Perkembangan periode perintis diawali oleh seniman legendaris Indonesia, Raden Saleh. Berkat pengalamannya dan pendidikan melukisnya di luar negeri seperti di Belanda, Perancis, dan Jermania ia dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Lukisannya bernafaskan aliran Romantisisme. Aliran yang sedang berkembang pesat di masa itu. Biografi dan contoh karya Raden Saleh dapat disimak disini. Periode Indonesia Jelita Mooi Indie Masa ini merupakan kelanjutan dari periode perintis, setelah berakhirnya periode perintis karena meninggalnya Raden Saleh. Nama besar yang muncul di periode ini adalah Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah. Pelukis Indonesia lainnya juga ikut bermunculan seperti Sunoyo, Suharyo, Pringadi, Henk Ngantung, Wakidi, dll. Periode ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena Senimannya banyak melukiskan tentang kemolekan atau keindahan alam Hindia-Belanda. Karya penting Periode Indonesia Jelita Abdullah SR Pemandangan di sekitar Gn. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung Pringadi, melalui lukisan Pelabuhan Ratu Basuki Abdullah Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali Contoh lainnya dapat dipelajari melalui biografi dan contoh karya lukis Basuki Abdullah di sini. Periode PERSAGI Pada periode ini, Indonesia sedang berjuang untuk mendapatkan hak kemerdekaannya dari Belanda. Pergolakan di segala bidang pun terjadi, begitu pula dalam bidang kesenian yang sedang berusaha mencari ciri khasnya, yaitu Seni Rupa Indonesia. Salah satu seniman besar yang dikenal memiliki kontribusi tinggi adalah S. Sdjojono. Ia merasa tidak puas dengan periode seni Jelita yang serba indah, karena dianggap bertolak belakang dengan kejadian yang melanda tanah air. Sebagai langkah pergerakannya S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama rekan-rekannya yang lain mendirikan PERSAGI Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia. Persagi bertujuan untuk mengembangkan seni rupa di Indonesia dengan mencari gaya Indonesia asli. Konsep persagi itu sendiri adalah semangat dan keberanian, bukan sekedar keahlian melukis, melainkan melukis dengan tumpahan jiwa. Karya-karya penting PERSAGI Sudjojono Di depan kelambu terbuka, Cap Go Meh, Jongkatan dan Bunga kamboja Agus Jayasuminta Barata Yudha, Arjuna wiwaha, Dalam Taman Nirwana Otto Jaya Penggodaan, Wanita impian seni rupa modern indonesia di depan kelambu terbuka oleh Soedjojono. Periode Pendudukan Jepang Kegiatan seni rupa pada masa ini didominasi oleh kelompok Keimin Bunka Shidoso. Kelompok ini membawa misi propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya yang di inisiasi oleh Jepang. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan dibantu oleh seniman Indonesia seperti Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung. Namun masyarakat kita juga tidak berhenti berjuang sendiri, kelompok asli Indonesia mendirikan PUTRA Pusat Tenaga Rakyat, tokoh-tokoh yang mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Seniman yang khusus menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam PUTRA diantaranya adalah Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Periode Akademi 1950 Periode ini memulai pengembangan seni rupa Indonesia melalui pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru seni rupa di Indonesia. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka program Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan pendidikan seni rupa disemua IKIP Institut keguruan dan ilmu pendidikan diseluruh Indonesia. Periode Seni Rupa Baru Di sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis yang dipelopori oleh Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dkk. Kelompok ini menampilkan gaya baru dalam seni lukis Indonesia yang terpengaruh oleh keilmuan seni modern barat. Kelompok ini berusaha untuk membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah Tidak membedakan disiplin seni Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni Mendambakan kreatifitas baru Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan Bersifat eksperimental Referensi Soedarso SP. 1990/1991. Seni Rupa Indonesia dalam Masa Prasejarah Soekmono. 1993. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, 2, 3 Yogyakarta Kanisius. Munandar, & Yulianto, K. 1995. Research Report Arsitektur Gua sebagai Sarana Peribadatan dalam Masa Hindu-Buddha. Depok Universitas Indonesia. Yudoseputro. 1986. Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung Angkasa Djumena, Nian S. 1990. Batik Dan Mitra Batik And Its Kind. Jakarta Djambatan Anas, Biranul. 1997. Indonesia Indah “Batik” Buku ke-8. Jakarta Yayasan Harapan Kita, BP3 Taman Mini Indonesia Indah.
kNjY7F.
  • h6rda88pjc.pages.dev/334
  • h6rda88pjc.pages.dev/41
  • h6rda88pjc.pages.dev/407
  • h6rda88pjc.pages.dev/86
  • h6rda88pjc.pages.dev/351
  • h6rda88pjc.pages.dev/250
  • h6rda88pjc.pages.dev/139
  • h6rda88pjc.pages.dev/27
  • seni rupa zaman prasejarah diawali pada zaman